22.2.09


Oleh: Akmal MR

Sebuah tulisan lama yang hilang. Kini kembali lagi

Hanya untuk mengingat!


aamovi3Pagi sejuk. Indah sekali. Asa tak terbilang indahnya bisa bermain dengan keponakanku, Rania. Aku jarang pulang ke rumah. Mungkin karena terlalu jauh dari tempat kerjaku. Iya, maklum. Jauhnya tak bisa ku hitung akibat aku tak pandai menerka. Takut salah. Aku tinggal di kampong. Lumayan jauh dari kota besar, tempatku bekerja. Pagi yang tak ingin kulewatkan begitu saja. Ku temani keponakanku bermain menggambar. Pikirku melepas kerinduanku juga sambil menunggu datangnya koran pagi. Ini hari minggu.

Hari yang ditunggu oleh banyak kalangan penulis ataupun pecinta ruang buadaya dan sastra. koran nasional dan koran local pasti laku keras jika hari minggu tiba. Ragam alasan tertera jika aku mau menulis. Tapi bosan. Takut salah menerka. Jadinya kubiarkan kalian berpikir saja. Ups… maaf!!!

Sudah pukul 08.00 wib aku menuggu. Tak sabar, berharap tulisanku kali ini ada di sana. Ingin sekali aku membaca tulisanku. Alasan kenapa aku ingin membacanya karena pada saat yang sama mungkin ribuan mata tertuju pada apa yang aku lihat. Sangat menarik bukan.


Ku temani terus Rania bermain sambil menahan gelisah antara sedap dan tidak sedapnya perasaan hati. Iya, kadang terasa takut tidak dimuat kadang dan merasa senang kalau dimuat. Rasa it uterus memburu menemaniku menunggu kedatangan pembawa koran pagi yang tak kunjung tiba.

Tiba-tiba si pembawa koran datang. Dia tersenyum, lalu berkata “maaf aku telat karena tadi bocor ban”. Dia lalu pergi. Aku tidak melihat halaman depan. Tidak sempat. Yang hanya ingin kulihat adalah halaman budaya dan sastra. Aku melihat dengan tenang. Aku tersenyum. Tertawa lepas. Geli. Sangat geli. Dalam hatiku berkata. “apa tidak ada tulisan lain sehingga yang punya ruang ini malah mengisi tulisannya”. Kalau memang punya karya yang bagus untuk dibaca banyak orang. Meskinya mamfaatkan media lain sebagai sarana alternatif sehingga banyak orang tidak berani mengatakan “lage hana ureung laen”.

Aku tidak lagi kecewa dengan keadaan itu. Iya memang. Sangat tidak mengasingkan lagi. Kejadian itu telah lama aku lihat. Bahkan banyak media yang serupa itu. Mungkin karena tulisan yang masuk begitu banyak sehingga tak sempat memilih ataupun mengedit yang tidak bagusnya. Namun, sayang sekali rasanya jika kita memiliki kenduri besar tapi kita peruntukkan hanya untuk diri kita sendiri. Rakus sekali bukan?

Ya ampun!!! Lupa saya maaf. Maaf jika saya kembali berbicara hal yang tidak enak. Ini sesuatu yang menjadi kegelisahan saya dari dulu-dulu. Kadang terpikir oleh saya untuk tidak lagi menulis karena ruang yang saya harapkan telah menjadi tidak indah lagi. Sangat tidak menarik bukan?

Kadang orang berpikir dengan cara itu orang bisa dikenal. Tapi salah. Kita telah menjadi orang yang tidak menghargai orang lain. Aku pernah mendengar ceramah dari Nirwan Dewanto. Dia salah seorang sastrawan besar dan juga pengasuh ruang budaya di sebuah harian nasional yang besar. Begini kira-kira yang bisa ku ingat “Seorang penulis hendaknya tidak menulis karyanya di media. Jika… Ini Jika…. Dia menulis dan mengasuh ruang yang dia geluti.”


Lam U, 19 Desember 2008

4 comments:

sinda said...

aku melihat wartawan sekarang sudah banyak yang tidak lagi pro.

banyak iklan di koran. banyak berita yang diambil dari situs-situs orang.
ruang budaya dijadikan halaman pribadi redaktur.
kasian media di Aceh.

si Penjahat said...

semoga media di Aceh labih lugas.

Kals said...

Tolong kabari ke redakturnya aja, Mal.

Kals said...

semoga ada perubahan