9.2.11



cerpen Harian Aceh, 10 Januari 2011



Karya Akmal M Roem

Rakabah Sumartini tiba-tiba menjadi terkenal seantero kampung. Dia perempuan yang memiliki paras cantik. Semenjak pindah ke kampung ini, banyak pemuda yang jatuh hati padanya. Ia seorang gadis Jawa. Kepindahannya ke kampung ini memang dalam keadaan yang tidak begitu menyenangkan.

Rumahnya hangus terbakar oleh awan panas yang keluar dari gunung meletus. Gunung itu terletak tak jauh dari tempatnya tinggal. Rakabah selamat karena mengungsi setelah pemerintah menetapkan status awas atas keberadaan gunung itu. Beberapa orang kampung yang tinggal di dekat lereng gunung mati terbakar. Mereka yang meninggal adalah orang-orang yang bandel karena tak mau mendengar perintah dari aparat yang hendak mengevakuasinya.

Kepindahan Rakabah Sumartini ke kampung ini memang tak menjadi kejutan bagi banyak orang. Ia punya saudara di sini. Saudaranya sudah lama menetap di kampung ini. Mereka bekerja sebagai penjual sate Jawa. Karena merasa tinggal di tempat orang –bukan rumah ibunya, Rakabah yang memang seorang gadis rajin selalu mau membantu Paman dan Bude bekerja di warung sate itu. Setiap paginya dia membantu Bude membuatkan lontong sembari menunggu Pamannya pulang berbelanja.

Yang menjadi bahan cerita tentang Rakabah adalah parasnya yang cantik itu. Belum pernah ada perempuan sepertinya di sini. Maka tidak aneh bila melihat gelagat pemuda-pemuda yang saban harinya berusaha untuk bisa melihat wajah Rakabah. Tak terkecuali Thalib. Seorang pemuda yang paling romantis di kampung itu.

Mendengar ada kepindahan seorang perempuan cantik ke kampungnya, Thalib menjadi penasaran dan ingin mengetahui kebenaran berita itu. Memang cerita tentang Rakabah menjadi topik hangat di kalangan pemuda dalam beberapa waktu ini. Rakabah memiliki paras yang cantik. Umurnya masih sangat muda. Selain rajin membantu keluarganya, ia dikenal orang sebagai gadis yang sederhana dan akrab dengan siapa saja.

Hari itu, Thalib berusaha mendekati Rakaba. Ia pergi ke warung sate Pak Tarno untuk melihat langsung sosok Rakabah. Thalib begitu penasaran dengan wajah yang sering dikisahkan oleh kawannya itu. Kali ini, tak seperti biasanya, Thalib pergi ke warung sate Pak Tarno seorang diri. Dia tak ingin kawan-kawannya tahu kalau niatnya kali ini adalah untuk mendekati Rakabah. Bukan sekadar menikmati lontong satee. Setiba di warung itu, ternyata Rakabah tak ada. Yang ada hanya si Maimunah, pelayan yang memang sudah dikenal Thalib sejak lama.

Maimunah pernah menaruh persaan cinta pada Thalib. Tapi, sayangnya Thalib tak mencintai Maimunah. Bahkan, pada suatu ketika mereka pernah bikin ribut yang aneh di warung itu sampai si Thalib ditertawai oleh kawan-kawannya. Thalib malu. Menyendiri puluhan hari. Setelah dibujuk baru ia bisa ceria lagi. Itu kejadian yang tak perlu diingat, tegas Thalib kala itu.

Melihat Thalib datang sendirian, Maimunah terlihat linglung. Seolah menyimpan malu yang begitu hebat. Maimunah mati rasa. Matanya hanya tertuju pada derap langkah Thalib yang semakin dekat denganya. Jantung Maimunah terasa berdetak kencang. Linglung. Semakin tak menentu. Matanya tajam sekali. Girang sesekali. Apalagi saat Thalib melemparkan satu senyum hangat. Maimunah benar-benar sangat menikmati kebahagian ini.

Maimunah semakin merasa ceria. Ia lemparkan satu senyum untuk Thalib. Senyum paling manis yang pernah ada dari dirinya. Maimunah akhirnya menyadari ternyata semua itu hanya sesaat. Semua menjadi lenyap saat melihat mata Thalib yang menanyakan tentang Rakabah. Cara tanya Thalib membuat Maimunah menaruh cemburu yang hebat. Tapi, kerena ingin membantu Thalib yang sedari dulu tak punya pacar dan demi kebahagiaan orang yang dicintainya itu Maimunah memutuskan untuk membantu Thalib mendekati Rakabah. Maimunah memang tidak cantik. Rambutnya rumit dan tidak jelas bentuknya. Wajahnya agak sedikit berisi. Tapi dia seorang gadis baik dan lugu sekali.

Maimunah mencuri selembar foto dalam kamar Rakabah. Saat Thalib melihat foto itu, ia seperti melihat seorang artis yang mustahil dia pacari. Thalib seketika jatuh cinta dan semakin penasaran dengan wajah aslinya. Dia kemudian memutuskan untuk menyuruh Maimunah menyusun rencana agar bisa mempertemukan mereka berdua. Maimunah setuju dengan iming-iming diberi satu imbalan yang besar. Thalib pulang dengan keadaan yang aneh. Dia senyum-senyum sendiri sepanjang perjalanan. Dia seperti akan segera mendapatkan sesuatu yang besar. Maha besar.

Maimunah terlalu lugu menjadi seorang perempuan. Dia menceritakan kejadian pertemuannya dengan Thalib pada Rakabah secara blak-blakan. Bahkan rencana pertemuan yang semestinya hanya rahasia dengan Thalib pun diceritakan pada Rakabah. Ya, tentang pencurian foto dalam tas Rakabah pun diceritakan oleh Maimunah. Mendengar hal itu Rakabah tiba-tiba kecewa sekali kepada Maimunah. Dia tidak suka dengan cara seperti itu. Dia kemudian memerintahkan Maimunah untuk mengambil kembali foto yang sudah diberikan pada Thalib.

Dengan hati yang tidak tenang karena sudah membuat keponakan majikannya kecewa, Maimunah bergegas menemui Thalib untuk mengambil foto itu. Ternyata Thalib tak mau mengembalikan foto itu. Dia bahkan memaksa Maimunah untuk mempertemukannya dengan Rakabah. Seketika Maimunah berteriak dan menangis. Dia takut akan dimarahi oleh Rakabah dan dipecat oleh Pak Tarno. Thalib linglung. Dia juga takut melihat Maimunah yang seketika menjadi seperti itu. Tiba-tiba Thalib berlari secepat mungkin ke kedai fotocopy. Dia memfotocopy gambar Rakabah. Foto itu kemudian dipres layaknya KTP. Thalib mengembalikan foto asli itu pada Maimunah untuk diserahkan pada Rakabah. Salam maaf pun dia tulis pada selembar kertas dengan satu puisi bagus. Dia pun mencuri dua bait Sonetanya Pablo Neruda.

Meskipun tak memiliki foto asli Rakabah. Paling tidak fotocopy wajah Rakabah sudah dia simpan. Semenjak menyimpan fotocopy gambar Rakabah, Thalib menjadi orang yang sangat puitis. Setiap hari dia menulis puisi untuk Rakabah. Meskipun puisi-puisi itu disimpannya dalam bukunya. Tak hanya itu, Thalib kadang-kadang memanjat pohon mangga di depan rumahnya, sambil membacakan puisi dengan suara lantang, dia melihat ke arah warung sate Pak Tarno. Thalib tak pernah melihat rupa asli Rakabah seperti yang diceritakan oleh taman-temannya yang lain. Sampai suatu ketika Thalib sadar kalau Rakabah Sumartini sudah lama meninggalkan kampung itu untuk kembali pulang ke Jawa. Thalib semakin puitis dan gila.[]

Oleh Akmal M. Roem, saat ini aktif berteater di Gemasastrin.

2 comments:

zoelmasry said...

Asyik bg.
bg tukaran link beh.

Akmal MR said...

Oke zoel...