5.10.07

Oleh: Akmal MR


100_0103.JPG     untuk Alm. Maulidan Syahputra.


__ 


Pada siapa harus kuceritakan tentang impian kita,


Kau telah menutup hari dan pergi dari purnama.


Mungkinkah ini awal dari keterpurukanku


Mengenal sebuah petaka?


 


Dengan siapa aku akan berdiskusi tentang


Kegamangan kita terhadap budaya tanah kita


Tentang tulisan yang tak pernah kita selesaikan


Tentang teka-teki hikyat yang menjadi rinduku.


Menjadi cibiran sunyi bagi semua


 


Nafasmu telah beranjak dari tubuh,


Meninggalkan malam yang geming


Menanti janjiNya


yang menjadi misteri


 


Sepertinya baru kemarin aku mendengar suaramu


membawakan hikayat Gampong Gleeh yang kau buat


bersamaku di ruangan sepi


kau tahu…


Suara itu masih disini


Menjahit rindu yang begitu perih.


 


Mengapa kau tak memberiku tanda?


Apakah kau bosan dengan sajak-sajak yang kubuat?


Atau kau tidak mau membaca suratku untuk ibu?


 


Sahabatku,


ingin kutulis seribu sajak untukmu.


Tapi ku tahu itu takkan pernah cukup membunuh rindu ini


Aku benar-benar tak mampu berbuat apa-apa lagi


 


Dengan airmata ini inginku tenggelamkan sisa ingat


Tentang canda dan tawamu.


Dengan airmata ini aku ingin bangkit


Agar kau tak lagi menertawakan kelemahanku.


 


Maafkan aku yang tidak sempat mengenggam tanganmu


Yang lemah itu,


Maafkan aku yang tidak sempat menamanimu bicara


Saat kau terbaring disana,


 


 


Kenapa kau diam disaat aku ingin berbicara denganmu?


Aku pernah bermimpi menjemputmu dari tidurmu yang lelap


Ku bawa engkau menapaki keindahan kampus kita ini


Disaat kita menunggu adik-adik mahasiswa baru


Dan memberikan mereka satu canda yang indah


 


kini mimpi itu telah punah oleh kabar yang kuterima dari


Telpon genggamku.


hari ini gitar dan suaraku tak mampu menumpahkan apapun


hari ini tanganku terdiam dan tak mampu merangkai satu sajakpun


 


Sahabatku,


biarkan jiwamu tentram disana.


Dalam doa ini kutitipkan salam


Agar kau tenang dan damai dalam keabadian disisiNya.


 


Tak ada yang bisa menerka pasti keinginan tuhan


Namun, hari ini bulan tak kunjung tiba,


langit begitu tenang menghentikan angin malam


memohon doa agar kau beristirahat dengan tenang.


 


Abu,


Akan kuselesaikan kembali sajak-sajakku yang pernah kau cela


Akan kuselesaikan kembali cerita-cerita itu


agar kau bisa tersenyum


dan pernah mengenal aku sebagai kawanmu.


 


kampung kita tetap akan tersenyum,


Seperti halnya matahari yang tidak pernah lelah dijemput senja.


Jika kau mendengar kata-kata ini,


Tersenyumlah sembari menjabat tanganku


Yang selalu menegadah kepadaNya


Dan merangkul satu doa


Hanya untukmu


 


Mari mengheningkan cipta,


Kepada jiwa yang telah terdiam


Kepada kawan yang telah kembali ke muara abadi


Tempat manusia menemukan rahasia tuhan.


 


 


Lam U, 5 September 2007

1 comments:

Heru said...

Tidak akan pernah ada akhir dari sebuah perkenalan.
mubngkin waktu tidak mengijinkan lama.
tapi dari itu semua pasti ada kisah yang mesti kita lihat dari berbagai sudut pandang.
siapa saja yang hidup pasti akan mati.
namun, kematian akan menjadikan kita akan sebuah pertemuan.

salam