8.9.14


pesona batu di dalam Gua Pindul
Bagi saya, mudah-mudahan pembaca juga, Yogyakarta selalu menumbuhkan rindu yang sendu. Mungkin karena itulah saya tidak pernah suka membeli kaos yang disablon kalimat “Kapan ke Jogja Lagi” karena pertanyaan itu sungguh membikin suasana hati ngak tenang ingin segera kembali ke kota klasik itu.

Biasanya, ketika bermain ke Jogja, yang saya pikir adalah melihat kegiatan budaya, menyusuri keramaian Malioboro atau menghabiskan waktu malam di alun-alun kota. Itu sudah. Sudah kali kesekian saya lakukan bersama teman-teman yang lainnya. Tapi kali ini beda. Saya kembali ke kota Jogja untuk hal lain. Kami tidak bermain di tengah kota. Apalagi tengah hatimu… Hehehe..

Tahun 2013 lalu, saya sempat bermain ke Gunungkidul, di temani Bang Mulya dan teman-temanku lainya dari Arkom Jogja. Aku diajaknya makan jagung bakar sembari melihat lautan cahaya kota dari tempat tinggi yang kami duduk itu. Tinggi dan dingin. Nah, selama sepuluh hari berada di sekitaran Gunungkidul itu, sama sekali mereka tidak pernah bercerita kalau dekat itu ada objek wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi. Mungkin mereka lupa. Mungkin mereka apa….? Tapi bang Mul baik (ini pencitraan) karena dia ajak saya ke Candi Ratu Boko sampe malam di sana. Padahal udah mau tutup tempatnya.

Naaaah, saat liburan pertengahan semester tahun ini, bersama mahasiswa PPG Unesa kelas Bahasa Indonesia kami melakukan perjalanan ke Gunungkidul. Yap, saya pikir ini salah satu kebahagian bagi saya karena selain bisa kembali ke Jogja, saya juga berkesempatan bermain ke salah satu kawan karst yang ada di Indonesia. Di Aceh ada juga lhoo… tanya bang Gareng yang itu, yang sibuknya soal menyelamatkan kawasan Karts Aceh.

Mungkin sudah tidak asing lagi bila mendengar tentang berbagai macam objek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul . Yap, Gunungkidul memang sudah terkenal dengan deretan pantai cantik nan bersih. Tapi pernahkah Anda bermain ke sungai yang membawa kita menyusuri lorong bawah tanah dengan pemandangan yang menawan? Tempat unik itu diberi nama Gua Pindul.

Aliran sungai menembus lorong panjang itu membuat Gua Pindul memliki pesona tersendiri. Di dalamnya, kita bisa melihat keindahan stalaktit dan stalakmit sepanjang perjalanan. Jangan takut gelap dan basah, hanya berbekal pelampung, kita sudah bisa menyusuri lorong gua cantik tersebut. Tentu dipandu oleh pemandu wisata yang sudah begitu hapal dengan kondisi di dalamnya.

Pada tahun 2010, gua yang terletak di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul ini diresmikan menjadi objek wisata dan dibuka untuk umum. Melihat keindahan ini membuat saya berpikir bahwa Indonesia sangat beruntung memiliki objek wisata seperti Gua Pindul ini. Sepengetahuan yang saya baca-baca di berbagai tempat, tidak banyak tempat di dunia ini yang memiliki gua dengan aliran sungai di bawahnya. Ya, kalaulah biasa kita menyusuri gua dengan berjalan kaki, maka kali ini harus menggunakan pelampung dan ban karet.

Untuk bisa menikmati keindahan stalaktit dan stalakmit di  dalam Gua Pindul, setiap pengunjung dikenakan tarif Rp 30 ribu saja. Dengan didampingi pemandu, paket ini sudah lengkap termasuk helm, pelampung, ban karet dan sepatu karet. Sungai yang terdapat di dalam gua sepanjang 350 meter ini memiliki kedalaman yang berbeda-beda,

“Dalamnya mungkin bisa berkisar antara satu hingga sepuluh meter lebihlah,” kata pemandu pada kami.

Pengunjung yang suka berfoto ria, bisa membawa kamera dengan menitipkannya kepada para pemandu. Kalau mau pegang sendiri ya ngak apa-apa, tapi jika belum handal, bisa saja kameranya basah terkena air. Apalagi yang terlena dengan keindahan berpetualang di dalamnya bisa bikin lupa kalau sedang pegang kamera. Hahahaha.. terlalu. Tapi benar seru. Soalnya kita masuk dan keluar dari bibir gua yang berbeda.

Sebelum menjelajah Gua Pindul, pemandu selalu memberikan pengarahan bagaimana seharusnya melakukan cave tubing agar semua berjalan baik dan nyaman. Pelajaran penting ini diberikan oleh mereka yang sudah profesional. Menariknya, para pemandu merupakan penduduk yang berasal dari daerah sekitar objek wisata tersebut. Wah, begini memang seharunya. Indonesia banyak tempat bagus yang harus dikelola oleh penduduk sekitar tempat tersebut agar memberikan lapangan kerja bagi mereka. Ini positif sekali.

Oke, kembali ke gua! Dengan pencahayaan dari senter, begitu masuk ke dalamnya, kita langsung disuguhi banyaknya batuan stalaktit dengan ragam motif. Beberapa stalaktit diantranya sudah menyerupai bunga. Menurut cerita dari pemandu, bentuk-bentuk tersebut terbentuk karena air tak sekedar menetes. Kadang-kadang airnya bisa saja berjumlah cukup banyak sehingga seperti hujan.

“Butuh waktu jutaan tahun untuk bisa berbentuk seperti ini. Tapi mungkin beberapa di antaranya itu bisa saja akan berubah bentuknya nanti. Ya, karena beberapa stalaktit di sini masih aktif dan akan terus memanjang,” terangnya sambil menunjuk beberapa stalaktit yang masih meneteskan air.

Memang benar yang namanya gua itu tempat mendekamnya kelelawar, bgitu juga di Gua Pindul  pun menjadi tempat mereka bergantungan dengan indah. Kehadiran mereka tentu member sensasi yang unik tersendiri.

Tapi bagi saya yang menarik di dalam ini adalah terdapat sebuah stalagtit yang berbentuk seperti kelamin laki-laki. Hahaha... benar! Batu ini kemudian dinamakan batu perkasa. Sentuhlah bila mau kuat! Soalnya kata si abang pemandu, mitosnya, kalau dipegang kaum pria bisa menambah keperkasaan. Duh, silakan sentuh.. sentuhlah ia tepat di… ahkh.. selain itu, kita lanjut serius dulu. Di sana ada pula tetesan air mutiara yang konon kalau ketika ada orang lewat menyentuh wajah perempuan bisa membuat dia bisa kelihatan cantik. Nah! Mau? Bisa apaaaa? Hmm…
ini dia batunya!
Gua ini bisa ditelurusi dalam waktu antara 20 – 30 menit mungkin. Saya lupa ngitungnya. Ya, seperti menyusuri lelorong yang ada di kotak setan di acara festival gitu. Gelap! Perpaduan wisata air dengan suasana magis spiritualnya ini menyuguhkan petualangan yang seru. Ini akan sangat terasa ketika berada berada di tengah gua, para pemandu akan mematikan semua cahaya. Meski suasana gelap nan mencekam itu bejalan tidak lama, tapi cukup menghawatirkan bila Anda tidak suka dengan gelap gulita.

Setelah itu, sesaat sebelum keluar, pemandu mempersilakan kami mandi sepuasnya. Ya, tempat yang tidak asing dalam ingatan saya. Kalau tidak salah ada di salah satu iklan rokok bikinan Indonesia. Bagus! Kami bisa loncat sepuasnya. Mandi dan foto sesuka hati.

Setelah itu, kami diajak bermain ke tempat yang berbeda. Yap, kami diajak pemandu menyusuri Sungai Oyo yang letaknya tak jauh dari Gua Pindul. Untuk ke sini, harus naik mobil off road. Sip! Di sungai Oyo ada sesuatu yang menarik juga. Ya, kita akan mengarugi jeram yang cukup menantang. Memicu adrenalin di antara bebatuan yang sangat unik. Setelahnya kita bisa menikmati air terjun yang keren. Bisa loncat dari atas! “Tunggu abang di bawah, dek…” *halah*
mereka yang bahagia
pintu masuk Gua Pindul

salah satu keindahan bebatuan di dalam Gua Pindul


mandi-mandi jadi seru

penampakan bukan penunggu Gunungkidul 
Selepas bemain air dan gelap-gelapan itu, ya seperti biasa, kalau sudah Jogja, kata orang sih, kalau ngak ke Malioboro itu belum sah. Nah, makanya rombongan studi kami merapat ke Malioboro untuk bermain sembari makan malam dan pulang kembali ke Surabaya.

Akhirnya Jogja memang selalu memberi kesan bahagia bagi saya. Kalau ditannya “Kapan ke Jogja Lagi?” saya akan bingung karena diserang rindu amat dahsyat bagi kota itu. Ah, memanglah! Kayak rindu ke hmmm….

ah, akhirnya juga habis dah.. nantikan cerita petualangan lainnya... heuheu...

salam penuh cinta dan rindu...
mari bertukar cerita. Temui saya di:
twitter           : @vanroem
Facebook      : Akmal M Roem
Instagram      : vanroem
email             : akmalmroem@gmail.com

0 comments: