Tapi, Ayah,
aku tidak begitu mengenal hari ini sebagai suatu peristiwa, sebagaimana cara
mereka, untuk mengenang semua hal tentangmu. Mungkin, seperti mereka, juga aku,
yang dulu pernah menulis untuk mengenang hari ibu atau hari lainnya. Tapi,
Ayah, aku rindu! Seperti apa rupamu hari ini? Apa kabarmu hari ini?
Aku sangat
ingin menulis selembar surat agar bisa kau langsung bisa membacanya, Ayah. Paling
tidak, aku ingin mengabari bahwa saat ini aku sedang baik-baik saja. Sedang
bahagia dan tidak perlu ada kekhawatiran yang membuatmu resah. Iya, masih sama
seperti ketika aku pergi dulu. Meski saat itu kau sedang tidak di rumah yang kemudian membuatmu juga tak sempat
mengantarku ke bandara. Untuk alasan apapun, aku terima karena aku percaya
semua yang kita lakukan adalah kebaikan.
Ayah, aku
tak perlu bilang bahwa aku rindu sekali padamu. Tak perlu pula kukatakan bahwa
aku sangat berharap bisa segera melihat senyummu saat ini. Mengapa urung? Aku
yakin kau sudah tahu itu semua. Makanya kuputuskan bahwa aku tidak perlu rumit
memilih kata tepat untuk mewakilkan betapa aku rindu dan berharap bisa segera
melihatmu. Karena jauh sebelum aku katakan, kau sudah tahu hal itu.
Maukah
kurayakan hari ini sebagai hari Ayah layaknya mereka? Jika mau, maka harus
kulakukan hal apa agar kau paham bahwa aku sangat ingin menyanjungmu? Jika
memang tidak, hal apa pula yang mesti kupersembahkan agar kau mengerti bahwa
aku sangat mengidolakanmu? Duh, mengapa jika kita berhadapan, aku tak pernah
bisa berbicara sepandai ini? Ayah yang baik, sebenarnya, di tulisan singkat ini, aku hanya ingin
mengatakan bahwa aku sangat bangga menjadi anakmu. Bangga sekali!
Mewarisi
ketampananmu adalah sesuatu yang cukup berat bebannya, Ayah. Aku tahu itu. Tapi
beban ini cukup terbantu oleh kekuatan yang juga kau wariskan padaku. Apapun
yang kulakukan tak luput dari doa dan mengingat bahwa kekuatan yang baik itu
semua berasal dari Tuhan yang telah dititipkan padamu untuk kupelajari sehingga
bisa kugunakan dengan baik.
Mustahil
bagiku menaklukkan dunia ini tanpa kau ajariku mengenalnya terlebih dahulu.
Kesabaranmu mengajarkan banyak hal padaku adalah sesuatu yang paling berharga
untuk kuingat. Aku memang belum sepenuhnya berhasil memiliki kesabaran
sepertimu. Jadi wajar jika aku kerap tak mampu menahan emosi ketika berhadapan
dengan banyak hal di dunia yang belum kukenal ini. Tapi aku yakin bahwa kau
selalu memerhatikanku dengan caramu.
Ayah, aku tidak
pandai menulis puisi untukmu. Bukan berarti aku tidak ingin. Tapi aku kesulitan
memilih kata untuk mewakilkan semua perasaanku. Dan pasti kelihatan lemah
sekali nanti. Padahal memang lemah. Tapi tidak seharusnya kelemahanku diketahui
banyak orang bukan? Tentu kau juga tidak ingin anakmu ditertawakan orang.
Aku masih
sangat mengingat ucapanmu saat itu, tepat di
hari wisudaku. Hari itu kita bikin acara di kantor Tikar Pandan. Kau
datang dan berbincang-bincang dengan kawan-kawanku juga. Lantas dengan tegasnya
kau memberi "kekuatan" padaku di depan mereka bahwa aku boleh bergaul
dengan orang sebanyak mungkin, sebanyak yang kumau. Bekerja apapun, seinginku.
Tapi kemudian beberapa kali kau mengulang bahwa janganlah aku mudah
terpengaruh, tapi kau ingin aku menjadi orang yang bisa memengaruhi banyak
orang. Tentu mengarah ke hal yang baik. Aku ingat itu.
Tapi
seberapapun aku bangga menjadi anakmu, Ayah, aku hanya bisa terus dan terus
memohon maaf padamu karena belum mampu membanggakanmu. Belum mampu mengganti
peluh yang kau cucurkan untukku. Belum mampu mengganti semua ingatan yang kau
tujukan padaku. Belum mampu pula kurangkai indah doa seperti yang kau lakukan
untuk memberi kekuatanmu padaku. Kau begitu hebat Ayah. Seperti apapun
kehidupanku nanti, jika disuruh memilih, aku selalu akan memilihmu sebagai
ayahku; lelaki lembut yang mencintai keluarga seperti mencintai dirinya
sendiri.
Aku
kehilangan banyak kata-kata untuk menulis tentangmu. Sebenarnya sangat ingin
kupilih berbagai kata untuk kurangkaikan yang padahal hanya untuk satu hal,
Ayah. Menyanjungmu. Maka di sinilah aku akan berhenti menulis karena hanya
ingin mengirimkan doa agar kau selalu diberikan kekuatan dan kesehatan. Semoga
Allah selalu memberimu kebahagiaan dan dimudahkan segala urusan.
Ayah, aku
mencintaimu. Ayah, tolong, titip salam juga kepada emak, istrimu, yang juga
kucinta seperti engkau mencintainya.
peluk
kuenceeeeeeeeeeeeeeeng,
Anakmu,
monster kecilmu! :*
Akmal bin
Mohd. Roem
0 comments:
Post a Comment