24.2.12

Aku menangis malam ini. Aku sedih. Aku tak tahu harus buat apapun. Aku. Pokoknya ini semua tentang aku. Tentang aku yang belum bisa membuat semua orang bahagia. Tentang aku yang belum bisa membuat ibuku tertawa setiap saat. Tentang aku yang belum bisa menggantikan lelah ayahku membesarkanku. Tentang aku yang belum bisa apapun. Apa artinya diriku?

Ini bukan sekedar pengakuan yang sejatinya kuperlihatkan agar semua orang bisa iba melihatku dalam keadaan terpuruk. Aku ingin mengatakan bahwa memang benar air mata itu pedih sekali. Dalam hidup, sepertinya baru kali ini aku merasakan suatu sedih yang luar biasa dahsyat. Sedih yang datang dari hati. Sedih yang tak pernah kuprediksikan sebelumnya.

Selama ini, yang kupikir adalah bagaimana cara membahagiakan semua orang. Tak pernah aku peduli pada diriku sendiri. Apapun yang kukerjakan selalu didasari pada keinginanku bisa hidup layak dalam satu kelompok.

Tak pernah aku hendak diberi pengakuan dalam satu halpun. Tak pernah aku mengemis untuk mendapatkan jerih dari yang kuperbuat. Tapi kesedihanku bukan karena itu semua.  Aku tak pernah tahu apa ini.

Sepulang dari masjid, aku melihat matahari yang begitu terik. Sinarnya panas menyengat bumi. Aku langsung pulang ke rumah dan makan. Aku tak sempat melihat ibuku. Langsung begegas kembali ke tempatku bekerja.

Di tempat kerja, aku mikmati kopi dan rokok. Bisa buat apapun. Yang penting aku bisa melakukan bayak hal. Tak ada yang menghalangiku. Mereka cukup bahagia dengan pekerjaanku. Mereka selalu memberikan apresiasi atas semua yang kuperbuat. Meski kadang aku sadar bahwa aku belum sepenuhnya bisa seperti yang mereka harapkan.

Malamnya, sambil duduk di teras, aku memandang lekat wajah ibuku. Memandang wajah yang begitu penuh dengan cinta dan kasih sayang. Aku terbayang banyak hal. Ibuku. Ya, ibuku.

Aku terdiam. Berpikir bahwa menangis itu bukan pekerjaan yang harus kuperbuat sekarang. Aku kembali memandangi wajahnya. Kali ini lama sekali. Entah mengapa aku bergumam sendiri. Kukata bahwa, seorang nabi Muhammad saja bisa menangis bila mengingat kuasa Allah swt. Apalagi denganku yang lemah ini. Aku tersenyum sejenak seraya berpikir apa hubungannya.

Ibukulah yang sebenarnya telah membuatku memahami banyak hal. Aku sedih karena belum benar betul bisa membuatnya bahagia. Aku dibekali banyak hal untuk menghadapi setiap masalah yang kulalui dalam hidup ini. Aku sadar betul belum bisa mengganti kebahagiaanya saat ini.

Kali ini, doaku hanya ini…
“Ya Allah, ya Allah… berilah aku cahayaMu. Berikan aku lebih sedikit saja. Akan selalu kujadikan cahaya itu sebagai penerang jalan langkahku untuk membuat sebanyak mungkin kebahagiaan di dunia ini. Membuat orang-orang tertawa dan tersenyum seperti mereka menyambutku saat kau keluar dari rahim ibuku. Buat aku kuat agar bisa menjalani hidup ini. Kekuatan yang bisa kugunakan untuk mengerjakan apapun yang pada akhirnya membuat semua orang bisa mengingatku sembari mengantarku ke liang kubur dengan penuh khitmad serta doa yang selalu berkumandang indah mengiringi langkaku menuju pangkuanMu. Perkenankanlah…”

Begitulah kiranya… aku menulis di sini, buka berarti ingin menampakkan kelemahanku. Aku hanya ingin mengingat kesedihan ini sehingga aku menjadi kuat esok harinya…

Akmal M Roem

0 comments: