Hari ini Rabu, 21 Agustus 2013
Pagi sekali. Ketika asap kabut
belum beranjak dari gunung Entitik kami telah berada di jalan penuh lubang dan
kerikil ini. Menanjak dan menanjak. Dari Balai Karangan menuju ke sekolah
sepagi ini menjadi keasyikan tersendiri bagiku. Bisa melihat hijaunya pepohonan
diselimuti asap kabut fajar yang sedang merangkak meninggalkan pagi. Pak Eko
yang mengendarai sepeda motor selalu melambatkan laju motornya saat tanjakan
terakhir memasuki kawasan dusun Serangkang. Alasannya hanya satu, menikmati
panorama indah bukit Entitik yang mungkin tak akan sama lagi tahun depannya
(sawit mengepung!).
Sesampainya di sekolah,
murid-muridku menyambut dengan senyum dan semangat yang berbeda sekali. Mereka
telah siap dengan bertempur! Oh, ini hari untuk kami memeriahkan peringatan
kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68 tahun. Semangat itu jelas tersaji di
raut wajah mereka yang begitu sumringah tersenyum sambil mengucapkan, “Selamat
pagi, pak!”
Peringatan hari kemerdekaan
Republik Indonesia selalu saja menjadi cerita tersendiri di seluruh penjuru
nusantara. Orang-orang yang ingin menjadi bagian dari sejarah kemerdekaan ini
tentu akan membuat serangkain kegiatan akbar baik itu upacara bendera, pawai
budaya serta aneka lomba yang tentunya ingin menunjukkan kegirangan bahwa negara
ini sudah merdeka!
Banyak pilihan lomba yang
tentu bisa dilaksanakan. Di kampung-kampung misalnya, panjat pinang selalu saja
menjadi primadona lomba yang dipilih untuk menunjukkan rasa kebersamaan dalam
mencapai satu tujuan: puncak kejayaan!
Begitu juga dengan sekolah
kami, bertempat di dusun Serangkang, SMP Negeri 4 Satu Atap Entikong kali ini
ikut ambil bagian untuk memeriahkan semangat hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia yang ke 68 tahun. Sekolah di pedalaman Kalimantan Barat yang
langsung berbatasan dengan distrik Serawak, Malaysia ini adalah tempatku
bertugas selama setahun dalam melaksanakan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
yang merupakan program maju bersama Sarjana Mendidik daerah Terluar, Terdepan
dan Tertinggal (SM3T). Aku dan Rahimin bertugas di sini. Kami sama-sama dikirim
dari LPTK Universitas Syiah Kuala, Aceh.
Pagi itu kami memulai aneka
lomba. Apel pagi yang dipimpin oleh pak Anthasuri berlangsung khidmat. Bak orator
ulung, Pak Antha menjelaskan rasa semangat pejuang kemerdekaan yang telah
bersusah payah memperjuangkan kemerdekaan negara ini. Semangat itu tentu harus
tertular pada kita untuk membangun dan mengembangkan bangsa ini ke arah yang
maju dan beradab. Kalian percaya paragraf ini? Semoga saja!
Setelah apel, seluruh siswa
sibuk mempersiapkan dirinya untuk bertanding. Sekolah yang hanya memiliki 33
siswa ini nampak sibuk sekali. Bahkan, masyarakat yang berada di dekat sekolah
juga terlihat antusias menyaksikan perlombaan ini. puluhan anak Sekolah Dasar
Serangkang juga ikut ambil bagian untuk memberi semangat para pejuang ini
bertarung.
Lomba dimulai dengan lompat
karung. Semua peserta bak terbang dengan semangat saling mengalahkan lawannya
untuk mencapai puncak kemenangan. Satu dua dari mereka kadang terjatuh. Meski demikian,
mereka tetap saja bangun dan dengan semangat penuh menyelesaikan perlombaan.
Setelah penyisihan, tibalah final untuk menegaskan juara! Untuk lompat karung
kategori putra ini dimenangkan oleh Kicot (siswa kelas IX) dan kategori putri
dimenangkan oleh Pera (siswa kelas VIII). Mereka bertarung mengalahkan
lawan-lawannya dengan penuh semangat dan penuh tawa!
Lomba selanjutnya adalah
membawa kelereng dengan sendok. Para penonton terbahak-bahak melihat peserta
lomba yang begitu serius menahan keseimbangan dengan mulutnya yang begitu
moncong ke depan. Peserta lomba cukup serius dan meluapkan tawanya saat berada di finis ketika meraih
kemenangan!
Untuk mengajarkan pentingnya
kerjasama, pertandingan bakiak menjadi pilihan tepat. Pada lomba “sendal
raksasa” ini peserta terlihat kesulitan bergerak karena mereka masih belum bisa
bekerjasama dengan baik. Tapi itu tidak berlangsung lama. Mereka seakan cukup
mudah mengalahkan ego diri untuk bisa bergerak secara bersama. Beberapa kali
mereka terjatuh. Bahkan ada satu kelompok yang memutuskan tali bakiak.
Pertandingan sempat terhenti karena harus memperbaiki bakiak yang rusak.
Pertandingan bakiak
menyelesaikan lomba hari ini. Walau terik matahari di siang yang panas akan
tetapi semangat kemerdekaan masih tersimpan di dada mereka untuk menyelesaikan
semua cabang lomba pada esok harinya.
Kamis, 22 Agustus 2013
Seperti pagi sebelumnya, kami
sudah siap dengan aneka lomba lainnya. Ini benar-benar sebuah semangat untukku.
Melihat mereka berteriak girang karena bisa mengikuti rangkaian kegiatan
seperti ini.
Lomba hari ini diawali dengan
mengambil koin dalam nampan. Koin-koin yang disembunyikan dalam tumpukan tepung
itu harus diambil dengan mulut dengan posisi badan membungkuk dan tangan
dilipat dibelakang pungung.
Peserta lomba begitu serius
mengutip koin-koin yang berada dalam tumpukan tepung. Tak ayal wajah mereka
dipenuhi tepung dan membuat mereka kesulitan melihat dan bernafas. Para
penonton terus tertawa melihat kondisi tersebut. Tapi para pejuangku tetap semangat.
Semangat dan semangat.
Kami harusnya menggelar sebuah
lomba yang biasa ada di kampung-kampung. Ini permintaan siswa juga. Lomba Makan
kerupuk. Hanya saja lomba ini tak bisa dilaksanakan karena mencari kerupuk di
tempat ini cukup susah jadinya lomba kerupuk diganti dengan lomba mengambil
koin yang ditancap pada pepaya.
Pepaya yang diolesi oli yang
juga telah dicampur dengan bubuk arang membuat para peserta lomba awalnya tak
begitu berani. Tapi setelah melihat peserta pertama bertanding, ternyata lomba
ini yang paling banyak menyita perhatian penonton. Selain seru dan lucu, lomba
ini juga melatih ketenangan dan perlu ketekunan menaklukkan ayunan pepaya yang
digantung dengan tali.
Lihatlah wajah siswaku berubah
sekali. Mereka hitam dan lucu-lucu.
Lomba terakhir adalah bermain
voly dengan kain sarung. Bola voly yang
terbuat dari balon yang biasanya dipakai
pada saat ulang tahun ini cukup seru. Tim bermain seperti peraturan pertandingan
voly biasanya. Hanya saja tangan diganti dengan kain sarung. Bola tidak boleh
menyentuh tangan. Kain sarung yang dibentangkan dua orang itu yang mengarahkan
laju bola.
Balon yang diisi air tersebut
tak ayal pacah ketika menyentuh tanah. Beberapa balon habis begitu saja. Ada
sebuah balon yang bertahan cukup lama membuat pertandingan ini terlalu seru dan
sayang sekali kalau tidak ditonton sampai akhir. Para peserta menahan
keseimbangan dan saling bekerjasama untuk mengarahkan bola agar bisa
dilemparkan ke daerah lawan.
Semua pertandingan telah
berakhir!
Pembagian hadiah berlangsung
dengan khidmat. Para siswaku telah menyelesaikan aneka lomba dengan penuh
perjuangan dan sportivitas yang tinggi. Tak ada persaingan yang membuat mereka
menyalahkan satu sama lain. Mereka begitu girang. Siapapun, menang atau kalah,
mereka cukup menikmati perayaan ini.
Pada satu kesempatan, Niko
(siswa kelas VIII) datang mendekatiku. “Pak, seru kalau ada panjat pinangkan?”
katanya. “Iya, hanya saja pertandingan ini tidak bisa kita laksanakan karena
kondisi kita yang terbatas dan tentu lomba itu butuh persiapan matang,” jawabku
sambil menyelamatinya yang berhasil menjuarai lomba mengambil koin di pepaya.
Gito lantas bertanya padaku,
“Pak kenapa selalu lomba yang memeriahkan kemerdekaan? Tapi itu semua begitu
menyenangkan. Seru sekali!”
“Lomba hanya salah satu contoh
untuk menjelaskan bahwa meraih kemerdekaan itu bukanlah hal yang gampang. Perlu
perjuangan, kebersamaan, kerjasama, dan banyak faktor lainnya untuk memenangkan
sebuah perlombaan. Begitu juga dengan kemerdekaan. Tidak mudah tapi akhirnya
menyenangkan!” ujarku seraya menyuruhnya berkumpul dengan kawan-kawan lainnya.
Oh, hampir lupa. Kalau boleh
aku kabarkan, bahwa kegiatan ini tak disponsori oleh lembaga manapun. Jadi
tidak ada iklan tertentu yang harus diucapkan ada disamatkan pada tempat
tertentu. Yang ada adalah panitia pelaksana yang begitu bersemangat. Ada pak
Suharna yang selalu menjadi pembimbing, pak Anthashuri penyemangat dan
dalangnya kegiatan ini, ibu Herlinda yang selalu ceria, pak Eko yang begitu
semangat menonton pertandingan (ini wakil kepala sekolah terbaik sepanjang
sejarah menurut siapa?) ada Rahimin yang selalu saja berusaha memotivasi para
penonton dan peserta lomba. Dan tentu ada aku yang dengan gaya tukang foto
keliling dan tentu tetap kalem karena harus gitu memangnya!
Sesi terakhir adalah foto
bersama! Lompat dan ah, semua tertawa!
Kami sadar bahwa kemerdekaan
benar telah berjalan hingga 68 tahun ini. Tapi tentu masih banyak pekerjaan
yang harus diselesaikan oleh warga negara Indonesia untuk memajukan negara ini.
khususnya di bidang pendidikan. Sebagai seorang guru di pedalaman seperti ini
sungguh miris melihat Indonesia dengan kondisi yang begitu aneh.
Kita telah merdeka, sedang
sekolah masih butuh guru pengajar untuk melengkapi kekurangan ini. kita sudah
merdeka, sedang kampung dan sekolah tempat kami berkarya masih belum punya listrik.
Kita sudah merdeka, sedang masih banyak yang mengatakan bahwa negara tentangga
selalu lebih baik dari tempat indah ini. Mereka dipuja dan dipuji.
Kita sudah merdeka, sedang
jalan rusak masih begitu banyak yang rusak parah dan terus menjadi penghias hari-hari
untuk mencapai ke tempat yang ingin disinggahi.
Kita sudah mredeka, sedang
masih banyak .... ah entahlah.
Tapi benar, kita sudah
merdeka! Kita merdeka! Mari bergerak dan bekerja sama untuk mengubah negara ini
menjadi lebih baik agar warga negara ini bisa merasakan betapa indahnya
kemerdekaan yang hakiki.
Inilah semangat kami! Semangat
kemerdekaan anak-anak perbatasan! Akhirnya, Dirgahayu Republik Indonesia.
Semoga semangat kemerdekaan ini menjadi awal bagi kami untuk memajukan bangsa
ini. semangat yang menuntun kami mengarahkan diri kami agar bisa menjadi bagian
dari sejarah perubahan bangsa ini ke arah yang lebih baik! {}
Salam dari tanah kemerdekaan
dan penuh cinta ini!
Akmal M Roem
Guru SM3T asal Aceh yang
bertugas di SMPN 4 Satu Atap Entikong, Kalimantan Barat
0 comments:
Post a Comment