![]() |
warga sedang sibuk mempersiapkan meriam karbit |
Setiap daerah tentu memiliki keunikan tersendiri ketika akan memperingati memeringati perayaan tertentu. Seperti Kota Bunol, Provinsi Valencia, Spanyol orang orang akan berkumpul untuk perang lempar tomat. Tradisi La Tomatina sudah berlangsung cukup lama dan terus dirayakan setiap tahunnya. Nah, di Indonesia, setiap daerah juga punya hal menarik lho.
Kali ini saya akan berbicara soal tradisi tahunan yang ada di kota Pontianak! Semoga semua tahu kalau Pontianak itu berada di Kalimantan Berat dan juga kota
yang berada tepat di garis Khatulistiwa. Kenapa Pontianak? Sesungguhnya kota ini memiliki sebuah tradisi unik yang
sudah cukup lama terjaga hingga kini masih saja menjadi bagian tak tergantikan
di malam lebaran.
Masyarakat dari etnis Melayu dan Tionghoa sudah lama sekali menetap di kota ini. Memang hampir sebagian besar etnis Tionghoa tinggal di kota
Pontianak. Namun, Tahun Baru Cina yang memiliki acara besar seperti Cap Go Meh
bukan satu-satunya perayaan yang menyedot wisatawan untuk berkunjung ke Pontianak.
Karena jika ingin melihat Cap Goh Me tentu Anda akan lebih memilih kota Singkawang yang letaknya juga tak jauh dari kota Pontianak.
Sedang di Pontianak, Anda akan dibikin takjub oleh denduman perang yang muncul dari keramaian Festival Meriam Karbit. Warga kota menganggap bahwa Perang Meriam Karbit adalah
ritual penting yang tak mudah untuk dilewatkan.
Jika mengingat perang, maka bunyi-bunyian besar akan terbayang
seketika. Pun begitu pasti ada dua kelompok
yang sedang berlawanan untuk mendapatkan pucuk juara. Begitulah,
suara-suara letupan besar itu berasal dari meriam karbit.
Seperti kita ketahui
bahwa meriam memang sudah sangat identik dengan peperangan,. Namun di
Pontianak, perang meriam karbit hanya dilakukan untuk menyambut malam lebaran. Bukan perang sebagai mana ada pertumpahan darah. hehehe... Warga kota yang tinggal di pinggiran sungai Kapuas akan membikin ramai malam setiap satu hari
menjelang lebaran hingga dua hari setelah lebaran dengan perang meriam itu.
Saya pernah sekali hampir terjatuh ke dalam sungai Kapuas karena
berdiri begitu dekat dengan meriam karbit tersebut ketika hendak memotret proses mereka menemakkan meriam. Hingga ketika diledakkan,
suaranya sangat keras dan mengagetkan. Untuk mengabadikannya saja cukup sulit selain getaran pun
karena para pengunjung yang ramai memadati area festival. Apalagi ketika itu hujan sedang mengguyur
kota Pontianak. Akan tetapi sama sekali tidak menyurutkan warga untuk
berhamburan datang ke pinggir sungai Kapuas untuk menikmati perang meriam
kerbit tersebut.
Festival Meriam Karbit adalah bentuk perayan yang unik dari
warga Pontianak untuk menyambut datangnya lebaran. Mereka mempersiapkan
dengan sungguh-sungguh meriam karbit yang kemudian di susun rapi di bantaran
Sungai Kapuas. Meriam yang dibuat dari batang kayu yang sangat besar ini diisi
dengan karbit. Saat meriam ditembakkan, dhuuuuummm....
dhuuuum.... dentuman meriam akan terdengar sampai 10 Km jauhnya.
Pertama kali meriam ditembakkan menjelang adzan maghrib. Ini
menandai sudah saatnya berubuka puasa. Dentuman keras tersebut bukan malah membuat
orang-orang terkejut, tapi malah membikin warga Pontianak menyambutnya dengan penuh
kebahagiaan. Setelah tembakan pertama, maka akan terus terdengar saling berbalas satu sama lain di tempat yang dipisahkan oleh sungai.
Perang meriam karbit ini memliki aturan sendiri. Puluhan kelompok
yang sudah terdaftar untuk mengikuti kegitan ini adalah kelompok yang mewakili
gang atau RT yang berada di sepanjang sungai Kapuas. Masing-masing kelompok
memiliki paing sedikit 5 Meriam karbit. Lawan mereka berada di seberang sungai Kapuas. Saling adu kekuatan suara!
Sejarah mengatakan bahwa pertama kali meriam karbit ini
ditembakkan oleh Sultan Syarif Abdurrahman ketika pertama kali ia
akan menentukan letak kota Pontianak. Sebagai penanda, dentuman dari meriam
karbit adalah dimulainya Sultan membangun kota tersebut.
Tak hanya
itu, banyak juga warga yang mengatakan bahwa tradisi ini dimulai ketika Sultan
berusaha mengusir kuntilanak yang mengganggu pasukan Sultan ketika hendak
membangun kota Pontianak. Cerita
tentang pengusiran kuntilanak inilah yang paling sering dibicarakan ketika bertanya
tentang sejarah awal perang meriam tersebut.
Ketika kali pertama Sultan menyusuri sungai kapuas bersama
pasukannya, ia menebang pohon-pohon dan membersihkan hutan untuk membuat
pemukiman. Tapi kemudian mendapat gangguan dari kuntilanak. Kemudian Sultan
Syarif Abdurrahman menembakkan meriam ke arah hutan untuk mengusir Kuntilanak
tersebut.
Tak hanya kedua hal tersebut yang menjadi sejarah penanda awalnya
festival meriam karbit di Pontianak. Konon, untuk menandakan datangnya waktu
maghrib, beberapa meriam diledakkan. Mungkin karena pada saat itu belum ada
pengeras suara yang bisa digunakan di masjid atau tempat ibadah lainnya.
Kini tradisi unik tersebut telah terbungkus keren dalam bentuk
Festival yang menjadi penanda akhir bulan Ramadan. Dengan dentuman tersebut
pula masyarakat Pontianak dengan gegap gempita merayakan tibanya hari kemangan
yakni Idul Fitri.
Ohyaaa.. pada tahun 2007, Festival Meriam Karbit di Kota Pontianak
telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan jumlah 150 meriam.
Rekor tersebut kembali dipecahkan oleh Festival Meriam Karbit yang digelar
tahun 2009, dengan dentuman 198 meriam sepanjang malam!
Lebaran Idul Fitri tahun 2013 adalah tahun manis buat saya karena bisa langsung berada di tengah keramaian dan serunya Festival Meriam Karbit ini. Nah, bagi Anda penyuka jalan-jalan, Pontianak mungkin bisa jadi tempat yang
unik untuk dikunjungi saat lebaran tiba. Suara dentuman dahsyat dan meriah akan siap
menemani malam Anda. Rasakan getar yang membuat Anda sulit melupakan indahnya malam di bumi khatulistiwa. Wuhu...! Saya
sudah. Seru!
Salam hangat,
Akmal M Roem
Temukan saya di
Twitter: @vanroem
Instragram: vanroem
0 comments:
Post a Comment