24.7.14



warga sedang sibuk mempersiapkan meriam karbit
Setiap daerah tentu memiliki keunikan tersendiri ketika akan memperingati memeringati perayaan tertentu. Seperti Kota Bunol, Provinsi Valencia, Spanyol orang orang akan berkumpul untuk perang lempar tomat. Tradisi La Tomatina sudah berlangsung cukup lama dan terus dirayakan setiap tahunnya. Nah, di Indonesia, setiap daerah juga punya hal menarik lho.
Kali ini saya akan berbicara soal tradisi tahunan yang  ada di kota Pontianak! Semoga semua tahu kalau Pontianak itu berada di Kalimantan Berat dan juga kota yang berada tepat di garis Khatulistiwa. Kenapa Pontianak? Sesungguhnya kota ini memiliki sebuah tradisi unik yang sudah cukup lama terjaga hingga kini masih saja menjadi bagian tak tergantikan di malam lebaran.

Masyarakat dari etnis Melayu dan Tionghoa sudah lama sekali menetap di kota ini. Memang hampir sebagian besar etnis Tionghoa tinggal di kota Pontianak. Namun, Tahun Baru Cina yang memiliki acara besar seperti Cap Go Meh bukan satu-satunya perayaan yang menyedot wisatawan untuk berkunjung ke Pontianak. Karena jika ingin melihat Cap Goh Me tentu Anda akan lebih memilih kota Singkawang yang letaknya juga tak jauh dari kota Pontianak. 

Sedang di Pontianak, Anda akan dibikin takjub oleh denduman perang yang muncul dari keramaian Festival Meriam Karbit. Warga kota menganggap bahwa Perang Meriam Karbit adalah ritual penting yang tak mudah untuk dilewatkan.

Jika mengingat perang, maka bunyi-bunyian besar akan terbayang seketika. Pun begitu pasti ada dua kelompok yang sedang berlawanan untuk mendapatkan pucuk juara. Begitulah, suara-suara letupan besar itu berasal dari meriam karbit. 

Seperti kita ketahui bahwa meriam memang sudah sangat identik dengan peperangan,. Namun di Pontianak, perang meriam karbit hanya dilakukan untuk menyambut malam lebaran. Bukan perang sebagai mana ada pertumpahan darah. hehehe... Warga kota yang tinggal di pinggiran sungai Kapuas akan membikin ramai malam setiap satu hari menjelang lebaran hingga dua hari setelah lebaran dengan perang meriam itu.


Saya pernah sekali hampir terjatuh ke dalam sungai Kapuas karena berdiri begitu dekat dengan meriam karbit tersebut ketika hendak memotret proses mereka menemakkan meriam. Hingga ketika diledakkan, suaranya sangat keras dan mengagetkan. Untuk mengabadikannya saja cukup sulit selain getaran pun karena para pengunjung yang ramai memadati area festival. Apalagi ketika itu hujan sedang mengguyur kota Pontianak. Akan tetapi sama sekali tidak menyurutkan warga untuk berhamburan datang ke pinggir sungai Kapuas untuk menikmati perang meriam kerbit tersebut.

Festival Meriam Karbit adalah bentuk perayan yang unik dari warga Pontianak untuk menyambut datangnya lebaran. Mereka mempersiapkan dengan sungguh-sungguh meriam karbit yang kemudian di susun rapi di bantaran Sungai Kapuas. Meriam yang dibuat dari batang kayu yang sangat besar ini diisi dengan karbit. Saat meriam ditembakkan, dhuuuuummm.... dhuuuum.... dentuman meriam akan terdengar sampai 10 Km jauhnya.

Pertama kali meriam ditembakkan menjelang adzan maghrib. Ini menandai sudah saatnya berubuka puasa. Dentuman keras tersebut bukan malah membuat orang-orang terkejut, tapi malah membikin warga Pontianak menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Setelah tembakan pertama, maka akan terus terdengar saling berbalas satu sama lain di tempat yang dipisahkan oleh sungai.
Perang meriam karbit ini memliki aturan sendiri. Puluhan kelompok yang sudah terdaftar untuk mengikuti kegitan ini adalah kelompok yang mewakili gang atau RT yang berada di sepanjang sungai Kapuas. Masing-masing kelompok memiliki paing sedikit 5 Meriam karbit. Lawan mereka berada di seberang sungai Kapuas. Saling adu kekuatan suara!

Sejarah mengatakan bahwa pertama kali meriam karbit ini ditembakkan oleh Sultan Syarif Abdurrahman ketika pertama kali ia akan menentukan letak kota Pontianak. Sebagai penanda, dentuman dari meriam karbit adalah dimulainya Sultan membangun kota tersebut.

Tak hanya itu, banyak juga warga yang mengatakan bahwa tradisi ini dimulai ketika Sultan berusaha mengusir kuntilanak yang mengganggu pasukan Sultan ketika hendak membangun kota Pontianak. Cerita tentang pengusiran kuntilanak inilah yang paling sering dibicarakan ketika bertanya tentang sejarah awal perang meriam tersebut.

Ketika kali pertama Sultan menyusuri sungai kapuas bersama pasukannya, ia menebang pohon-pohon dan membersihkan hutan untuk membuat pemukiman. Tapi kemudian mendapat gangguan dari kuntilanak. Kemudian Sultan Syarif Abdurrahman menembakkan meriam ke arah hutan untuk mengusir Kuntilanak tersebut.

Tak hanya kedua hal tersebut yang menjadi sejarah penanda awalnya festival meriam karbit di Pontianak. Konon, untuk menandakan datangnya waktu maghrib, beberapa meriam diledakkan. Mungkin karena pada saat itu belum ada pengeras suara yang bisa digunakan di masjid atau tempat ibadah lainnya.

Kini tradisi unik tersebut telah terbungkus keren dalam bentuk Festival yang menjadi penanda akhir bulan Ramadan. Dengan dentuman tersebut pula masyarakat Pontianak dengan gegap gempita merayakan tibanya hari kemangan yakni Idul Fitri.

Ohyaaa.. pada tahun 2007, Festival Meriam Karbit di Kota Pontianak telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan jumlah 150 meriam. Rekor tersebut kembali dipecahkan oleh Festival Meriam Karbit yang digelar tahun 2009, dengan dentuman 198 meriam sepanjang malam!

Lebaran Idul Fitri tahun 2013 adalah tahun manis buat saya karena bisa langsung berada di tengah keramaian dan serunya Festival Meriam Karbit ini. Nah, bagi Anda penyuka jalan-jalan, Pontianak mungkin bisa jadi tempat yang unik untuk dikunjungi saat lebaran tiba. Suara dentuman dahsyat dan meriah akan siap menemani malam Anda. Rasakan getar yang membuat Anda sulit melupakan indahnya malam di bumi khatulistiwa. Wuhu...! Saya sudah. Seru!

Salam hangat,
Akmal M Roem

Temukan saya di
Twitter: @vanroem
Instragram: vanroem

0 comments: