29.10.14

“Selain lebih sayang dan menghargai orang-orang terdekat, yang bisa menyelamatkanmu dari banyak hal adalah berpikir positif.” @penagenic

Pagi-pagi saya sudah mendapat kalimat indah serupa itu di twitter. Merujuk pada kalimat yang ditulis kawan saya itu, rasanya sangat senang bila kita bisa senantiasa berada dalam lingkaran orang-orang penuh kasih sayang dan berpikiran positif terhadap apapun. Tapi bagaimana jika sebaliknya? Membaca cuitan @penagenic itu membuat saya tergelitik ingin menulis tentang gonjang-ganjing politik pemerintahan di Indonesia pascapemilihan kabinet kerja Presiden Jokowi.


Sesaat setelah pemilihan menteri yang siap membantu program pemerintahannya nanti, Jokowi mendapat sorotan khusus dari media, pengamat, dan masyarakat pada umumnya. Banyak yang menilai bahwa Jokowi tidak memilih menteri dengan sebaik-baiknya yang diharapkan oleh masyarakat. Beberapa kalangan juga menyatakan pesimis terhadap perubahan yang digadangkan oleh Jokowi – JK saat mengkampanyekan revolusi mental. Dari 34 menteri yang dipilih Jokowi, beberapa di antaranya mendapat sorotan paling serius oleh khalayak. Saya tidak ingin membahas itu semua. Hanya beberapa yang menarik untuk dibicarakan saat ini, ya itu saja dulu.

Susi Pudjiastuti Menjadi Sorotan

Penunjukan boss Susi Air ini sebagai menteri kelautan dan perikanan dalam kabinet Jokowi-JK masih menjadi perbincangan menarik di media sosial. Banyak orang menilai negatif terhadap kelakuan Susi yang berpenampilan cuek, tatoan dan merokok. Bahkan mereka kadung melupakan kalau pekerja keras ini meski hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP), ia mampu menjadi pengusaha sukses berkat memulai bisnis di bidang perikanan hingga maskapai melalui Susi Air yang dikembangkannya. Soal rekam jejak, kegigihan Susi mengembangkan bisnisnya itu sudah tidak diragukan lagi.

Saya yakin, meski Susi dikenal dekat dengan Megawati, ia dipilih karena rekam jejaknya selama ini. Kemampuan dan sifatnya yang ‘apa adanya’ itu tentu menjadi daya tarik tersendiri dalam pemerintahan. Saya termasuk orang yang sudah jenuh terhadap kepalsuan politisi yang selama ini kelihatan bersih tapi nyatanya hanya penampilan saja. Di masa pemerintahan SBY, ada menteri aktif yang tersandung korupsi. Dan mereka juga orang yang sempat berkampanye antikorupsi. Tapi ya, gitu deh. Uang kembali menjadi raja.

“Jangan pernah membayangkan bahwa kebahagiaan saya karena saya memiliki puluhan pesawat. Bukan. Kebahagiaan saya adalah ketika saya bisa memberikan kebahagiaan bagi orang lain,” dialog itu saya peroleh dari membaca artikel tentang Susi yang dibagikan seorang teman di laman facebooknya. Sebuah link yang tulisan itu ditulis pada tahun 2010 jauh sebelum Susi dibicarakan sehangat hari ini. Saya kutip sebuah dialog di dalam artikel itu. silakan saja kalau mau baca langsung diblognya. Ini link blognya. http://rustikaherlambang.com/2010/02/02/susi-pudjiastuti/ silakan baca!

Tebak gambar yuk? lihat ini!
sumber: facebook.com

Kabinet Kerja Dihuni Pengusaha
Kebijakan korporasi selama ini dinilai tidak prorakyat, lalu mengapa Jokowi memilih pengusaha sebagai menteri? Jokowi tentunya memperhatikan banyak hal terhadap hal ini. Sisi profesional menterinya menjadi taruhan utama. Meski profesionalisme bukan segalanya, tapi tentu pengalaman mereka mengelola bisnis selama ini menjadi pertimbangan penting. Pos menteri profesinonal memang dihuni oleh beberapa pengusaha kaya di Indonesia.

“Jokowi yang katanya menggadangkan ekonomi prorakyat kenapa malah memilih dekat dengan korporat?” mungkin itu jadi salah satu pertanyaan yang mengganggu. Tapi pemerintahan mana yang tidak melibatkan korporasi dalam membangun negara? Jokowi bukan sekadar mencari orang yang mumpuni di bidangnya, tetapi mereka yang dipilih adalah orang yang mau bekerja keras,  gesit dan luwes seperti dirinya.

Moratorium CPNS!
“Lima tahun kedepan tidak ada penerimaan CPNS,” kata teman saya dengan wajah lesu. Soal Moratorium ini, juga telah menjadi perbicangan hangat sekali. Di sebuah grup whatsapp yang saya ikut, teman-teman terlihat begitu panik membaca berita soal ini.

Dalam hati saya seketika bertanya, Apakah dengan tidak menjadi PNS kita akan mati? Jatuh miskin seketika? Atau tidak bisa bekerja sama sekali untuk negara ini? Kenapa harus punya cita-cita untuk jadi PNS semata jika ingin bekerja?

Pada pemerintahan SBY-Boediono, yakni 2010-1011, juga pernah ada moratorium serupa selama dua tahun. Karena dinilai tidak terjadi kekurangan pegawai. Sedangkan khusus untuk tenaga guru dan tenaga medis, selama masa moratorium era SBY-Boediono itu, tetap dilakukan rekrutmen. Ini menandakan bahwa moratorium itu sifatnya tidak kaku.

Pada pemerintahan Jokowi – JK diharapkan selama lima tahun ke depan seluruh instansi harus melakukan penataan pegawainya. Seluruh instansi harus memanfaatkan pegawai yang ada secara optimal. Selama ini di kota-kota, cukup banyak pegawai yang menumpuk. Sedangkan di daerah tertinggal, cukup banyak kebutuhan pegawai yang tidak terpenuhi.

Pemerintah Jokowi diharapkan bisa segera mengatasi hal ini. PNS sudah menandatangi SK siap memberikan pengabdiannya terhadap bangsa ini. Maka karena itu, yang menumpuk di kota silakan dikirim ke daerah yang tertinggal itu.

Saya pernah merasakan betapa sulitnya hidup di daerah tertinggal. Saat bertugas mengajar di daerah terdepan wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia. Di sana, sekolah kekurangan guru-guru, rumah sakit tidak memiliki tenaga medis yang baik. Banyak instansi pemerintahan lainnya juga tidak memiliki pegawai yang cekatan. Ayo pak Jokowi! Selesaikan hal ini! Segera!

Sekali lagi, moratorium CPNS penting untuk mengatur jumlah pegawai yang bekerja untuk pemerintah. Distribusi yang rata baik pekerja maupun porsi yang dikerjakan. Dan ini tentu tidak kaku sifatnya. Sabar dong! Biarkan pemerintah bekerja maksimal. Paranoid amat sih jadi orang. Baru segitu aja udah panik! :P

Positif Thingking vs Pesimistis
Dengan apa yang terjadi beberapa hari ini saya menilai bahwa banyak masyarakat Indonesia yang harus diobati hati, perasaan dan cara pandang terhadap sebuah masalah. (bukan soal cinta, hahaha apalagi soal mantan. Lah…). Mengapa demikian? Ya, orang belum bekerja sudah dinilai buruk. Ini konyol betul. Kok bisa ya! Orang belum menteri yang dipelih aja masih mau kerja, lah para pengamat sudah menilai negatif terhadap kabinet. Kayak dukun aja. Prediksi boleh. Tapi jangan mudah menghakimi. Semua punya hak beropini. Tapi kadang opini yang dilontarkan kadang jauh dari kenyataan. Hahahaha…

Ayo dong, ubah cara berpikir kita! Kerja jika mau merubah negara ini. Bukan duduk dan membicarakan hal-hal tidak penting. Bukankah manusia diciptakan memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Lakukan perubahan mulai dari diri sendiri. Revolusi mental itu dimulai dari diri sendiri. Gitu aja!

Saya kutip lagi sebuah kalimat yang pernah dituliskan teman saya, “Otak pintar itu membicarakan ide, otak sedang itu membicarakan peristiwa, dan otak pas-pasan itu membicarakan orang!” kita mau punya otak yang mana? Atau mau jadi dukun yang seolah tahu banyak hal sehingga bisa seenaknya memprediksi? Paranoid!

Bisa berpikir positif? Kalau bisa lakukanlah. Jangan tutup diri dengan hal buruk! 

0 comments: