16.7.13

sumber: atjehpost.com | Senin, 15 Juli 2013 10:10 WIB

Ramadan yang Berbeda

Di pinggir jalan penuh debu
Ada anak kecil dengan tongkat dan baju lusuh
Tertimbun dalam setetes harapan
Membuka pagi
Mengais keringat untuk berbuka puasa

Kaki kirinya puntung
Wajahnya dikepung hujan debu oleh laju mobil
yang terus menikamnya dengan klakson

Jauh dari itu, seorang gadis kecil
dalam mobil bersih mengkilap membuka kaca mobilnya
Lama ia pandangi si kecil lusuh
Ketika bersamaan memandang keduanya meruntuhkan angkuhnya waktu
Ada senyum dan jeluran lidah.

Keduanya seolah ingin mengenalkan
bahwa tidak ada yang lebih bahagia di dunia ini selain sebuah senyum

Di sana, di sudut yang lain,
seorang pembeli cabe saling adu tawar dengan penjual.
Mereka bermuka masam. Sama-sama menyumpah pemerintah!

Di sana, di tengah tugu jam persimpangan,
seorang pemabuk meneguk kenikmatan dunia.

Ramadan yang tidak biasa kutemui.
Kini telah berada di sini.
Merangkul waktu dalam keagungan dan kesuciannya.
Tak ada meugang, sie ruboh dan asam keueng.

Beribu cerita akan terus ada!

Sekayam, 14 Juli 2013

#PrayForGayo

Adalah dingin yang akan terus dirasakan
Mengingat reruntuhan selalu menimbun suka cita.
Membekaskan satu luka yang cukup sulit untuk dilupa.

Luka yang menganga selalu saja datang dengan tiba-tiba.
Seolah hendak mengingatkan bahwa tak begitu banyak lagi kebahagiaan hakiki bisa diraih di bumi ini

Tarawih, tadarus, sahur, dan berbuka kami dalam kabut.
Kami butuh selimutMu. Dekap kami dalam hangatnya bulanMu.

Luka seperti ini mengajari kami
untuk tetap mencari hikmah yang lebih besar.
Bukan sekedar puisi dan harap bantuan dari tangan tuan-tuan.

Gayo, ceritamu akan tetap harum bagaikan hembusan kenangan dari seteguk kopi hitam.
Dan ingatlah bahwa Tuhan tak akan pernah memberi luka diluar batas kemampuan hambaNya.

Sanggau, 6 Juli 2013
Akmal M Roem, guru SM-3T Aceh di Kalimantan Barat.
Pemilik twitter: @vanroem

1 comments:

Unknown said...

Damai itu indah
Maka berjuanglah dalam damai.