8.8.13


PULANG kampung adalah hal yang  paling dinantikan dalam hidup ini oleh para perantau. Ya, pulang bagi mereka yang pergi karena berbagai alasan. Apakah itu karena mencari nafkah ataupun menimba pendidikan yang tentunya jauh dari kampung halaman.

Idul Fitri atau lebaran selalu menjadi salah satu alasan tepat untuk pulang ke kampung halaman. Fenomena yang telah mentradisi ini dikenal dengan sebutan mudik. Di Indonesia, kegiatan pulang kampung ini merupakan hal yang cukup unik dan sudah menjadi tradisi yang tak bisa dipisahkan lagi.


Padalah, ada kalanya, di luar lebaran, orang-orang pulang ke rumahnya untuk bertemu dengan keluarga atau sekedar menjenguk kampung halaman mereka. Akan tetapi hal itu terasa berbeda sekali. Dan tidaklah bisa disamakan dengan semaraknya pulang kampung seperti yang terjadi saat jelang hari Raya Idul Fitri. Beda sekali. Saya ingin sedikit bercerita tentang mengapa orang harus pulang kampung pada saat seperti ini.

Orang-orang yang bertahun-tahun bekerja, bersekolah atau apalah yang mengharuskan mereka meninggalkan kampung halamannya akan dibuat begitu rindu saat hari pertama Ramadan dimulai. Rasa rindu itu menjadi bagian paling menyenangkan atau menyiksa karena rindu di saat kita menjalankan ibadah selama bulan Ramadan.

Setiap orang akan membayangkan bagaimana racikan bumbu-bumbu masakan yang biasanya dibikin ibu untuk sahur atau berbuka puasa. Rindu akan berkumpul dan berbagi cerita. Dan tentu rindu-rindu itu semua akan memuncak di saat kita sebagai anak harus memohon maaf dan restu dari orang tua di kampung halaman. Tapi mungkin hanya berkumpul saat lebaranlah momen rindu seperti itu bisa dihilangkan.

Ribuan perantau dari berbagai tempat yang dulunya mengepung ibukota pasti akan terasa aneh ketika lebaran tak berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Maka wajar bila Jakarta atau kota besar lainnya seolah “beristirahat” saat lebaran tiba. Kota-kota besar itu yang selama ini sibuk akan pelbagai aktivitas tentu akan sangat sepi  saat semua pemudik sudah berada di kampung halamannya.

Seperti kita ketahui, kata mudik sendiri berasal dari kata udik yang artinya desa atau kampung. Kata yang sudah begitu akrab itu hanya ingin menjelaskan bahwa perantau sedang rindu dan harus segara pulang.

Cobalah sesekali bertanya kepada para pemudik yang sedang dalam perjalanan pulang kampung. Pertanyaan yang sederhana saja, kenapa mereka harus pulang pada saat seperti ini? Maka alasannya juga akan sangat beragam, namun justru kita bisa mendapakan jawaban yang sederhana sekali untuk menjelaskan kerinduan mereka terhadap kampung halaman.

Ada yang beranggapan bahwa dengan pulang kampung adalah untuk menjalin dan mempererat tali silaturahmi dengan berharap berkah doa dari orang tua, keluarga, kerabat dan tetangga di sekeliling rumah. Ini memang menjadi dasar pertama kenapa orang memilih pulang di saat lebaran. Hari besar Islam ini dinilai salah satu hari dimana semua orang akan menghentikan aktivitas apapun untuk bisa berkumul demi khidmat berdoa dan bersilaturahmi.

Setelah itu alasan lain bagi pemudik untuk pulang kampung adalah saatnya menunjukkan bahwa ia telah sukses di luar sana. Pamer? Jangan dinilai berlebihan. Ini waktu yang tepat bahwa kita boleh menunjukkan sesuatu yang intinya adalah syukur karena kita bisa membanggakan keluarga dengan keberhasilan yang kita raih.

Ada juga yang berasalan bahwa inilah saatnya beristirahat dan menikmati jerih payah yang didapatkan selama setahun ke belakang dengan berbagi bersama keluarga. Tapi bagi saya, selain dari itu, yang ingin saya katakan bahwa pulang itu untuk menikmati makanan bikinan emak, berdoa bersama keluarga, dan berbagi cinta dengan bersilaturahmi dengan keluarga besar. Itulah mengapa kita harus segera pulang!

Anda bebas mencari asal muasal tradisi pulang kampung ini. Tak ada ajaran atau hukum tertentu yang mengharuskan kita untuk pulang kampung pada hari-hari seperti yang disebutkan di atas. Tapi, coba saja untuk tidak pulang. Maka akan terasa sedih dan aneh.

Saat dunia semakin canggih dan modern seperti ini tentu anda punya berbagai gadget super hebat untuk bisa berkomunikasi dengan keluarga yang jauh di sana. Tapi apakah itu akan bisa melepas rindu? Saya yakin tak cukup hanya berbagi video call saja untuk bisa melihat wajah-wajah yang menimbulkan kerinduan.

Selain Indonesia, kita juga bisa menemukan hal yang sama di masyarakat Mesir, Bangladesh dan Malaysia yang juga akan pulang kampung saat lebaran tiba. Selain itu, masyarakat Cina juga memiliki tradisi yang sama ketika Imlek. Mereka akan meluangkan waktunya untuk pulang kampung agar bisa berkumpul dengan keluarga untuk merayakan hari besar Imlek. Dan itu didasari oleh satu hal; rindu!

Saya sendiri bisa membayangkan bagiamana lenggangnya Darussalam dan beberapa tempat lainnya di kota Banda Aceh saat lebaran tiba nanti. Semua perantau sudah akan berada di kampung saat sehari sebelum Idul Fitri. Hal ini tentu dimanfaatkan untuk bisa berbuka puasa bersama pada hari terakhir Ramadan bersama keluaga.

Merindukan pulang ke kampung akan lebih tarasa bagi saya sendiri saat bertanya tentang masakan apa saja yang akan disiapkan oleh emak untuk dilahap di hari raya. Hari meugang biasanya emak akan mengolah daging menjadi masakan seperti sie ruboh (daging rebus cuka), rendang, sie masam keueung (daging asam pedas) dan beberapa masakan lainnya yang tentu biasa kami santap bersama setelah pulang dari shalat ‘Id di masjid.

Sepulang dari masjid, kami selalu berziarah ke makam Nenek dan Abusyiek di pemakaman keluarga. Setelahnya saya dan abang, kakak beserta adik-adik akan berkumpul di rumah untuk memohon maaf dari ayah dan emak. Kami saling berbagi maaf dan cinta. Bisa dibayangkan betapa seru dan lucunya tingkah keponakan-keponakan kecil yang berlari sana-sini sambil bernyanyi. Malamnya kami membakar petasan dan kembang api. Ah, terasa sekali berbagi cinta di hari yang fitri.

Dan akhirnya hari Raya Idul Fitri kali ini akan menjadi sangat terasa aneh bagi saya sendiri! Saya tak bisa berkumpul bersama keluarga! Hal ini kerena saya sedang bertugas mengajar di pedalaman Kalimantan Barat atas berbagai hal yang mengharuskan saya untuk tetap tinggal dan tidak boleh pulang ke kampung sebelum tugas ini selesai.

Tadi, pada saat menghubungi ibunda tercinta via telpon, katanya beliau ingin mengirimkan sie ruboh kesukaan saya. Sambil bercanda saya ingin membalas kerinduan terhadap masakan itu nantinya ketika pulang ke kampung saja. Tentunya di depan ibunda tercinta. Dan beliau berjanji akan membikin sesuatu yang takjub untuk menanggalkan rindu ini.

Bagi yang bisa pulang untuk bersilaturrahmi dengan keluarga, manfaatkanlah dengan sebaik mungkin. Peluk cium untuk ibunda dan ayahanda tercinta. Dan akhirnya, atas lisan yang pernah menyakiti dan perbuatan yang pernah melukai, saya ingin memohon ampunan atas segala hal itu. Selamat Idul Fitri bagi semua! Mohon maaf lahir dan batin. Salam rindu dari Borneo! []

Akmal M Roem guru SM3T Aceh di pedalaman Kalimantan Barat. Follow twitternya: @vanroem

2 comments:

cumilebay.com said...

ikutan menyimak tulisan nya, keren seneng baca nya :)

Akmal M Roem said...

thanks broo....