Pagi Jumat aku sudah harus berada di bandara Supadio, Pontianak. Jadwal
keberangkatan biasanya. Ya, pagi ini dinatar oleh Fahma. Jadwal penerbangan
kali tidak bergeser sedikitpun. Karena masih ngantuk aku putuskan tidur di
dalam pesawat. Tiba di bandara International Soekarno Hatta juga tepat pada
waktunya. Menunggu penerbangan ke Jogja yang sebenarnya kini menjadi persoalan
tersendiri. Menunggu sendiri itu tidak baik! Apalagi lapar. Karena itu cari
makanan dulu.
Setelah makan, sebentar saja menyempatkan diri masuk ke dalam
ruang asap. Hahaha. Rokok bersama dari latar berbagai suku bangsa kumpul dalam
satu tempat asap ini. seorang yang mengaku diri dari Sulawesi cukup banyak
berbicara dengan menghebuskan asap ke sana-sini dia lantas membuka pembicaraan
dengan nada yang khas sekali. Lalu kemudian ditimpal banyak cerita juga datang
dari seorang bapak yang berasal dari Padang hingga anekdot-anekdot dari lelaki
paruh baya dari Sumatera Utara.
Pesawat akhirnya mengalami penundaan keberangkatan lagi. Ya,
biasa! Pesawat yang sejatinya berangkat pukul 12.55 WIB harus beragkat pukul
14.35 WIB. Maka telat pula saya tiba di Jogja. Beginilah keseharian jasa
layanan penerbangan Lion Air. Keterlambatan telah menjadi tradisi dan itu tidak
sama sekali membuat mereka belajar dari
apapun. Ya, terlambat bukan soal kedisiplinan lagi. Tapi kini telah
menjadi bagian terpenting dalam penerbangan Lion Air!
Setelah menempuh perjalanan melelahkan, akhirnya aku tiba lagi di
kota penuh sensasi ini. welcome to Jogja! Sebuah iklan di dinding menuliskan
kata tersebut seperti hendak menjelaskan bahwa akan ada banyak kejutan yang
akan dinikmati setiap pengunjung ke kota budaya ini. jiah!
Di pintu penjemputan, pak Agung telah menunggu kedatangan peserta Workshop
dan Konferensi “Kreativitas dan Kesiagaan Bencana”
Di sini, aku langsung berkenalan dengan Bahtiar Dwi Susanto. Ia adalah
pekerja kreatif dari Bogor. Karena lapar kami langsung menepi di sebuah warung
yang bernama “Bakso dan Gudeg” sambil menikmati makanan, kami terlibat diskusi
yang cukup asik. Ya, anggap saja sebuah perkenalan yang cukup menarik.
Tapi inilah aku dengan
segalah ketelodaran yang ku yakini bisa menjadi bencana buruk untuk
selanjutnya! Aku menghilangkan titipan pak Suharna untuk anaknya. Sebelum berangkat
ke Jogja, istri pak Suharna menitipkan bingkisan yang isinya jaket baru dan uang berjumlah 250ribu rupiah yang harus
aku antar pada anaknya Faisal yang memang tinggal di Jogja.
Bingkisan itu tiba-tiba lenyap entah kemana. Aku kemudian membuat
laporan ke petugas bandara tapi hasilnya juga nihil. Ya, sekali lagi aku telah
membuat kebodohan yang membuatku harus segera menganti rugi ini semua! Khawatir
dan perasaan tak nyaman menemani perjalananku ke Bumi Pemuda
Rahayu (BPR), Desa Munthuk, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sambil menunggu kami tiba di tempat workshop, silakan
baca TOR kegiatan ini.
Indonesia berada di wilayah rentan bencana. Posisi nya di cincin api menjadikan Indonesia rentan terhadap letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dll. Kota-kota di Indonesia tidak terkecualikan dari bencana ini. Kepadatan penduduk dan strukturnya, menjadikan kota-kota Indonesia memiliki risiko tingginya korban jiwa.Sementara itu, pemahaman kesiapsiagaan bencana di kalangan masyarakat perkotaan Indonesia masih kurang. Sampai saat ini, pemahaman kesiapsiagaan bencana belum cukup terintegrasi ke dalam sistem pendidikan dan perencanaan kota. Perlu dilakukan pengarusutamaan kesiapsiagaan bencana ke banyak sektor dan dimensi kehidupan sehari-hari. Pengetahuan adalah dasar. Aspek penting lainnya adalah kreativitas untuk mensosialisasikan dan menginternalisasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.Pemerintah pusat dan daerah telah menerapkan serangkaian program, termasuk menyiapkan rencana mitigasi. Namun, dalam praktiknya, program tersebut tidak melibatkan partisipasi masyarakat sebagai sumber pengetahuan dan sebagai cara untuk mengembangkan rasa memiliki dan internalisasi pengetahuan. Seringkali kampanye kesiapsiagaan bencana yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlalu sukses mendapatkan perhatian publik. Kampanye terlalu formal dan teknis, tidak menanggapi kebutuhan aktual dan tidak peka terhadap kehidupan sehari-hari terkait sasaran yang dituju.Oleh karena itu, Rujak Center for Urban Studies (RCUS) berusaha mendorong pengembangan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya kesiapsiagaan bencana di Indonesia, dengan penekanan pada dua konsep kunci: keterlibatan masyarakat dan kreativitas.Rujak Center for Urban Studies , bekerjasama dengan ARKOM Yogya dan didukung oleh The Japan Foundation, mengadakan workshop yang diikuti oleh penyintas, kelompok kreatif, pekerja kemanusiaan dan Pemerintah dari Jakarta, Sumatera Barat, Yogyakarta dan Makassar bertema “Kreativitas dan Kesiapsiagaan Bencana” pada 31 Agustus – 2 September 2013.Workshop ini unik karena ingin memaksimalkan peran kreativitas dalam penyiapan kebencanaan. Hasil dari workshop akan dipresentasikan dalam Konferensi yang akan diadakan pada 2 September 2013 bertempat di Balai Bambu Tegalsari, Pakuncen, Yogyakarta pukul 12.00 – 15.30.
Sudah selesai?
kalau begitu kita istirahat sejenak karena sedang dalam perjalanan!
masih ada lanjutannya lho....
0 comments:
Post a Comment