5.9.13

Pagi Jumat aku sudah harus berada di bandara Supadio, Pontianak. Jadwal keberangkatan biasanya. Ya, pagi ini dinatar oleh Fahma. Jadwal penerbangan kali tidak bergeser sedikitpun. Karena masih ngantuk aku putuskan tidur di dalam pesawat. Tiba di bandara International Soekarno Hatta juga tepat pada waktunya. Menunggu penerbangan ke Jogja yang sebenarnya kini menjadi persoalan tersendiri. Menunggu sendiri itu tidak baik! Apalagi lapar. Karena itu cari makanan dulu.

Setelah makan, sebentar saja menyempatkan diri masuk ke dalam ruang asap. Hahaha. Rokok bersama dari latar berbagai suku bangsa kumpul dalam satu tempat asap ini. seorang yang mengaku diri dari Sulawesi cukup banyak berbicara dengan menghebuskan asap ke sana-sini dia lantas membuka pembicaraan dengan nada yang khas sekali. Lalu kemudian ditimpal banyak cerita juga datang dari seorang bapak yang berasal dari Padang hingga anekdot-anekdot dari lelaki paruh baya dari Sumatera Utara.

Pesawat akhirnya mengalami penundaan keberangkatan lagi. Ya, biasa! Pesawat yang sejatinya berangkat pukul 12.55 WIB harus beragkat pukul 14.35 WIB. Maka telat pula saya tiba di Jogja. Beginilah keseharian jasa layanan penerbangan Lion Air. Keterlambatan telah menjadi tradisi dan itu tidak sama sekali membuat mereka belajar dari  apapun. Ya, terlambat bukan soal kedisiplinan lagi. Tapi kini telah menjadi bagian terpenting dalam penerbangan Lion Air!

Setelah menempuh perjalanan melelahkan, akhirnya aku tiba lagi di kota penuh sensasi ini. welcome to Jogja! Sebuah iklan di dinding menuliskan kata tersebut seperti hendak menjelaskan bahwa akan ada banyak kejutan yang akan dinikmati setiap pengunjung ke kota budaya ini. jiah!

Di pintu penjemputan, pak Agung telah menunggu kedatangan peserta Workshop dan Konferensi “Kreativitas dan Kesiagaan Bencana”

Di sini, aku langsung berkenalan dengan Bahtiar Dwi Susanto. Ia adalah pekerja kreatif dari Bogor. Karena lapar kami langsung menepi di sebuah warung yang bernama “Bakso dan Gudeg” sambil menikmati makanan, kami terlibat diskusi yang cukup asik. Ya, anggap saja sebuah perkenalan yang cukup menarik.

Tapi inilah aku  dengan segalah ketelodaran yang ku yakini bisa menjadi bencana buruk untuk selanjutnya! Aku menghilangkan titipan pak Suharna untuk anaknya. Sebelum berangkat ke Jogja, istri pak Suharna menitipkan bingkisan yang isinya jaket baru  dan uang berjumlah 250ribu rupiah yang harus aku antar pada anaknya Faisal yang memang tinggal di Jogja.

Bingkisan itu tiba-tiba lenyap entah kemana. Aku kemudian membuat laporan ke petugas bandara tapi hasilnya juga nihil. Ya, sekali lagi aku telah membuat kebodohan yang membuatku harus segera menganti rugi ini semua! Khawatir dan perasaan tak nyaman menemani perjalananku ke Bumi Pemuda Rahayu (BPR), Desa Munthuk, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sambil menunggu kami tiba di tempat workshop, silakan baca TOR kegiatan ini.

Indonesia berada di wilayah rentan bencana. Posisi nya di cincin api menjadikan Indonesia rentan terhadap letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dll. Kota-kota di Indonesia tidak terkecualikan dari bencana ini. Kepadatan penduduk dan strukturnya, menjadikan kota-kota Indonesia memiliki risiko tingginya korban jiwa.

Sementara itu, pemahaman kesiapsiagaan bencana di kalangan masyarakat perkotaan Indonesia masih kurang. Sampai saat ini, pemahaman kesiapsiagaan bencana belum cukup terintegrasi ke dalam sistem pendidikan dan perencanaan kota. Perlu dilakukan pengarusutamaan kesiapsiagaan bencana ke banyak sektor dan dimensi kehidupan sehari-hari. Pengetahuan adalah dasar. Aspek penting lainnya adalah kreativitas untuk mensosialisasikan dan menginternalisasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Pemerintah pusat dan daerah telah menerapkan serangkaian program, termasuk menyiapkan rencana mitigasi. Namun, dalam praktiknya, program tersebut tidak melibatkan partisipasi masyarakat sebagai sumber pengetahuan dan sebagai cara untuk mengembangkan rasa memiliki dan internalisasi pengetahuan. Seringkali kampanye kesiapsiagaan bencana yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlalu sukses mendapatkan perhatian publik. Kampanye terlalu formal dan teknis, tidak menanggapi kebutuhan aktual dan tidak peka terhadap kehidupan sehari-hari terkait sasaran yang dituju.

Oleh karena itu, Rujak Center for Urban Studies (RCUS) berusaha mendorong pengembangan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya kesiapsiagaan bencana di Indonesia, dengan penekanan pada dua konsep kunci: keterlibatan masyarakat dan kreativitas.

Rujak Center for Urban Studies , bekerjasama dengan ARKOM Yogya dan didukung oleh The Japan Foundation, mengadakan workshop yang diikuti oleh penyintas, kelompok kreatif, pekerja kemanusiaan dan Pemerintah dari Jakarta, Sumatera Barat, Yogyakarta dan Makassar bertema “Kreativitas dan Kesiapsiagaan Bencana” pada 31 Agustus – 2 September 2013.

Workshop ini unik karena ingin memaksimalkan peran kreativitas dalam penyiapan kebencanaan. Hasil dari workshop akan dipresentasikan dalam Konferensi yang akan diadakan pada 2 September 2013 bertempat di Balai Bambu Tegalsari, Pakuncen, Yogyakarta pukul 12.00 – 15.30.


Sudah selesai?
kalau begitu  kita istirahat sejenak karena sedang dalam perjalanan! 
masih ada lanjutannya lho....

0 comments: