30.9.13

Dan ini pagi pertama saya berada di Bumi Pemuda Rahayu yang merupakan lokasi utama workshop “Kreativitas dan kesiagaan Bencana” yang dilaksanakan oleh Rujak Center for Urban Studies bekerjasama dengan ARKOM Jogja. Kegiatan yang berlangsung pada 31 Agustus – 02 September 2013 di Yogyakarta dan Bantul ini didukung oleh The Japan Foundation.

dan ini adalah Bumi Pemuda Rahayu


Sambil menikmati sarapan pagi, semua peserta dipersilakan berkumpul sehingga perkenalan kegiatan berlangsung dengan khidmat. Tidak lama setelahnya, Marco Kusumawijaya yang merupakan direktur Rujak ini membuka sesi pertama. Perkenalan secara kecil untuk melanjutkan diskusi singkat pada malam sebelumnya ini hanya sebatas gambaran awal atau skema apa yang akan dibicarakan pada workshop ini secara keseluruhan.


Setelah perkenalan, tentu saja acara akan dilanjutkan. Dan ini tentu serius. Benar! Kata mbak Dian Tri workshop ini ditujukan untuk mempertemukan beragam pihak yang selama ini berkecimpung di isu kebencanaan (pemerintah, penyintas dan pekerja kemanusiaan) juga pekerja kreatif untuk bersama memproduksi pendekatan kesiagaan bencana yang lebih menarik dan kreatif.

Maka oleh itu adalah mereka yang berkumpul hari ini adalah orang-orang yang sejatinya mereka yang kreatif diberbagai bidang. Lihat saja ada mahasiswa antropoligi, pekerja seni, arsitektur dan ini dia, kata mbak Dian Tri lagi, peserta datang dari wilayah berbeda dengan tipologi bencana yang berbeda, seperti Aceh (Tsunami), Sumatera Barat (gempa bumi), Yogyakarta dan Bantul (letusan gunung merapi dan gempa bumi) juga Jakarta (banjir).

Kegiatan ini tentu mendapat respon positif oleh berbagai pihak. Ini dibuktikan oleh jalannya kegiatan yang dibagi atas dua sesi. Ya, pertama adalah tugas penyintas memberi pengetahuan tentang kejadian bencana yang mereka alami serta bagaimana cara awalnya kondisi yang dihadapi saat mereka menanggulangi bencana tersebut. Dari semua data yang masuk, baru kemudian sesi diskusi kelompok berlangsung untuk menemukan ide-ide kreatif terkait kesiapsiagaan bencana!

Nah, dari sesi ini, menurut catatan dari notulensi, terangkum poin penting yaitu bahwa pengetahuan kesiagaan  bencana hanya dimiliki oleh sebagian orang. Kemungkinan besar hal ini  disebabkan karena:

Produksi pengetahuan belum dilakukan bersama. Penentuan jalur evakuasi dan penentuan lokasi pengungsian masih dilakukan secara sepihak, oleh pemerintah, dan belum secara maksimal melibatkan masyarakat.

Salah satu contoh nya adalah pengalaman penyintas dari Aceh, Ibu Nilawati, di mana pada saat gempa bumi besar tahun ini banyak warga yang tidak lari menyelamatkan diri ke Gedung Tsunami, sebagaimana dilatih tiap tahunnya pada peringatan Tsunami. Sebagian besar warga justru lari menyelamatkan diri ke wilayah yang lebih jauh. Pilihan warga ini bukan tanpa alasan. Tsunami lalu memberikan mereka pengetahuan bahwa menyelamatkan diri ke wilayah tertentu (semisal Ketapang) yang berada di daratan tinggi terbukti menyelamatkan mereka.

dan ini adalah diskusi


Begitu juga pengalaman mereka terkait bangunan gedung. Dari pengalaman Tsunami, bangunan gedung termasuk bangunan yang tidak selamat dari Tsunami. Kepercayaan warga juga cukup kuat bahwa masjid lebih aman sebagai tempat pengungsian. Bersama memproduksi pengetahuan menjadi catatan penting karena masih ada perbedaan cara pandang penyintas dan pemerintah tentang kesiagaan bencana.

Salah satu contoh adalah kelompok penyintas Merapi di mana terdapat tiga (3) dusun (Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srenen) yang menetap di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB 3). Sejak letusan besar di tahun 2010 lalu, tiga dusun ini menetapkan prinsip “Living in Harmony with Disaster”. Pesan tersebut mengakar karena kuatnya desakan dari pemerintah setempat untuk merelokasi warga yang masih tinggal di kawasan tersebut. Bagi warga, pilihan menetap di kawasan yang dikategorikan sebagai Kawasan Rawan Bencana bukan tanpa persiapan. Hingga saat ini, warga telah terorganisir membentuk Komunitas Siaga Merapi. Secara ekonomi, warga juga bersiaga dengan membetuk tabungan komunitas berupa tabungan bencana yang dikumpulkan melalui metode jimpitan.

Sebagai bentuk upaya penyadaran, komunitas ini, bersama ARKOM Jogja, membuat film dokumentasi yang merekam proses pendidikan kesiagaan bencana di tingkat anak-anak melalui metode gambar. Kesiagaan warga di 3 dusun lereng Merapi bukannya tanpa dasar pengetahuan. Apa yang kita kerap sebut sebagai kearifan lokal telah mereka praktekkan selama ini. Pengetahuan yang dihasilkan dari proses hidup bersama alam membantu warga dalam menyiagakan diri terhadap bencana. Bunyi gemeretak pohon bambu, binatang yang berlarian, kelompok burung yang migrasi, merupakan pertanda bencana dan pengetahuan bagi warga untuk bersiaga. Hal ini masih sulit dimengerti oleh pemerintah, khususnya dalam penetapan sistem peringatan dini (early warning system). Penetapan standar siaga dari pemerintah, yang didasarkan pada teknologi, menjadi terlihat bertolak belakang dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.

ini Nagata lagi ngasih workshop


Catatan ini menjadi pendorong dilaksanakan nya workshop kreativitas dan kesiagaan bencana. Pengetahuan kesiagaan bencana yang belum tersebar ke masyarakat mensyiratkan dua hal, terkait pengemasan produk pengetahuan dan cara penyebaran pengetahuan itu sendiri. Narasumber workshop, yaitu Hirokazu Nagata dan Takayuki Shimizu dihadirkan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka terkait kesiagaan bencana. Hirokazu Nagata adalah seorang arsitek yang bersama lembaganya, +arts,  diminta oleh Pemerintah Kobe untuk merancang strategi penyebaran pengetahuan kesiagaan bencana gempa. Dengan pendekatan kreatif dan pengemasan menarik melalui visual arts, Nagata telah mengkampanyekan kesiagaan bencana selama lima tahun terakhir.

ini lagi serius! nge-bambu


Menggandeng perusahaan, termasuk toko Muji, dan lembaga pendidikan, Nagata mengupayakan agar produk pengetahuan siaga bencana bisa tersebar ke berbagai aspek kehidupan masyarakat. Bicara kreativitas, Takayuki Shimizu, seorang pengrajin bambu dari Kota Beppu, memberikan workshop kerajinan bambu kepada pengrajin bambu yang tersebar di desa-desa sekitar Bumi Pemuda Rahayu.

Di hari kedua workshop, peserta merumuskan beragam pendekatan kreatif terkait kampanye kesiagaan bencana. Peserta dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan tipologi bencana yang disebutkan di atas. Ide yang muncul dari diskusi kelompok terkait kesiagaan bencana sangat menarik. Untuk mensosialisasikan keberadaan dan fungsi gedung tsunami, kelompok tsunami menawarkan ide seperti “game virtual tsunami”, festival tsunami, dan lain lain. Game virtual tsunami ditujukan sebagai simulasi bencana. Prinsip di balik serangkaian ide ini adalah mendekatkan keberadaan dan fungsi gedung tsunami dalam kehidupan sehari hari warga.

Untuk gempa bumi di Sumatera Barat, kelompok peserta mengusulkan konsep yang bernama “Gadang Bagoyang”, yaitu alat sederhana berupa kerajinan berbentuk rumah gadang yang dipasang di rumah sebagai penanda adanya getaran untuk peringatan dini atas gempa bumi. Strategi yang ditawarkan terkait kesiagaan terhadap bencana dimulai dari level keluarga/rumah tangga yang kemudian akan menyebar hingga level komunitas. Kumpulan ide kreatif dari empat kelompok dapat diunduh di sini. Di akhir workshop, peserta mempresentasikan ide-ide kreatifnya dalam sebuah konferensi yang diadakan di Balai Bambu, Pakuncen, Yogyakarta. Rencana tindak lanjut workshop adalah undangan dari the Japan Foundation untuk peserta mengirimkan proposal program sebagai upaya merealisasikan proposal yang dihasilkan.

Diskusi antar beragam pihak penting untuk terus dilakukan. Proses yang dilakukan selama workshop kemarin menjadi media diskusi pertukaran pengetahuan dan cara pandang terkait kebencanaaan. Diskusi  lintas latar belakang memunculkan banyak ide tentang strategi dan pendekatan kesiagaan bencana yang lebih kreatif.

ini adalah orang-orang kreatif itu

Dan itulah yang saya alami dalam kegiatan kreatif tersebut. Banyak bencana di Indonesia datang secara tiba-tiba. Namun, dengan adanya pengetahuan awal terhadap bencana tersebut, kita berharap bisa mengurangi dampak dari hal ini. Semoga selalu dalam lindungan tuhan yang maha kuasa!

Ohya,,, saya hampir melupakan sesuatu yang unik. Dan ini seru sekali. Jadi begini, saat acara perpisahan terakhir, teman saya bernama Al membikin semua penonton jadi terpana. Ya, dia mempertunjukkan sebuah atraksi seni yang luar biasa. Dia membunyikan suara-suara aneh dari pentas kecil, gerakan-gerakan unik dari tubuh dan hal lainnya. Sebelum semua akhirnya melihat rekaman kegiatan dalam bentuk komik, saya mempertunjukkan sebuah monolog dan teaterikal tentang tsunami di Aceh... dan itu sudah!

salam!

0 comments: