pada satu
malam basah yang dingin
Kini telah
menjelma bintang sepi
mengapung di
laut hitam
Seorang lelaki menemukan sebuah tulisan
yang ditulis
oleh perempuan itu
sayatan kata
pada secarik kertas lusuh itu
hendak ia
ungkapkan tentang kemerdekaan
yang telah
diraihnya
Kata
Perempuan: “Aku tak bisa menyatukan bintang itu. Laut menolakku.
Mereka berkata
bahwa akulah putri duyung yang tak bisa berenang itu.”
Kata Lelaki:
“Telah tuhan wujudkan kedamaian di antara ribuan bintang itu.
Meski kau
harus merebutnya dengan jalan sulit.”
Sebelum malam itu ada,
Seorang
nenek tua bernujum pada si perempuan
tentang
lelaki yang akan hadir dalam mimpi
lalu kehidupan
indah untuk merubah puisinya
Kata Perempuan: “Aku malu bermimpi. Tuhan lebih senang membuatku sedih.”
Kata Lelaki; “hidup yang mesti dialui tak pernah lepas dari sedih dan senang.
Jangan
biarkan angin merenggutnya.”
Setelah itu semua berubah
Perempuan
itu telah hilang bersama letupan kembang api terakhir
Pada satu
malam tak berbintang
Hujan pula
yang menenggelamkan harapannya
untuk
bertemu kembali dengan si nenek dan lelaki itu
Kata Perempuan: “pantaskah tuhan mengabadikan kesedihan bagiku,
di mana kebahagiaan
yang telah dijanjikan?”
Lelaki itu
kemudian hanya terdiam
melihat
lembut coretan bertuliskan:
“fa in tagfir fa anta lidzaka ahlun, wa in
tathrud faman narju siwaka”
Tertegun.
Rindu meriuhkan ombak
Dan pada percik
kembang api terakhirnya
Ada sebuah
harapan;
Masih adakah
ia kini?
Jakarta-Pontianak,
Januari 2013
buka: komunitasjeuneurob
0 comments:
Post a Comment