Rasanya panas kota hari ini akhirnya bisa
padam ketika pertama kali tiba di pantai
Lampuuk. Menikmati senja pulang di batas laut Hindia. Apalagi yang bisa
dinikmati selain harum bau laut dan sejuk angin. Sembari menunggu pesanan ikan
bakar dan es kelapa muda, tentu akan sibuk dengan foto-foto. Jika ada yang ingin bercerita, maka sekarang bukan
saatnya. Ini adalah waktu terbaik untuk menikmati hari.
Senja terakhir, yang sempat aku abadikan :) |
Setidaknya melupakan bahwa ini adalah Sabtu
yang cukup melelahkan. Pagi 26 Oktober 2013, langit Banda Aceh cerah sekali. Di
meja, kopi kini tinggal setengah gelas. Kue hanya dua potong lagi. Tapi tulisan
yang sedang aku edit di laptop masih berantakan sekali. Belum ada arah yang
jelas. Tapi, nyatanya memulai pagi dengan cara seperti ini cukup menyenangkan.
Sejatinya ini adalah hari libur kantor. Tapi
secara sengaja pada pukul 10.00 WIB aku sudah bersama dua bos ‘bandet’ di
warung kopi yang dekat dengan jalan arah masuk ke kantor. Hari ini kami
diharuskan berdiskusi tentang beberapa hal terkait program pelatihan teater dan
festival kesiapsiagaan bencana yang akan diselenggarakan pada bulan
selanjutnya. Mengapa hari sabtu? Karena kami kedatangan tamu. Dan tamu itu
sedari kemarin, pada hari Jumat selepas siang, telah menghabiskan waktu
seharian bersama kami. Melihat kantor kami, ke situs tsunami seperti PLTD Apung dan taman “Thanks to
World”. Tapi yang paling mengesankan adalah kami menikmati kopi, roti selai,
pergi ke Masjid Raya Baiturrahaman (si teman saya tidak shalat karena bukan
muslim dan hanya pergi berfoto) setelah
itu kami makan roti canai, nasi briani dan teh tarek dan pulang untuk
istirahat.
Tapi itu Jumat. Kini hari Sabtu. Banda Aceh
sedang panas-panasnya setelah hampir satu minggu di kepung hujan yang datang
tak berjadwal pasti. Pagi setelah menyelesaikan diskusi program yang cukup
alot. Siang menjadi kabar baik bagi kami yang sudah keroncongan. Hihihihihi.
Lapar. Syukurlah. Kami dapat undangan makan siang di salah satu rumah saudara
yang kebetulan sedang merayakan pesta pernikahan anaknya. Maka bubar sudah aksi
yang digencarkan penghuni perut. Perihal lapar sudah teratasi. Si teman juga
sangat suka makan makanan kenduri di Aceh.
Mas Adhi, begitu akrab kami sapa. Ia pemuda
yang pandai sekali. Seumurnya sudah bekerja untuk kemanusian dan punya peran penting
di sebuah lembaga nirlaba milik pemerintah Jepang yang berkantor cabang di Jakarta. Ia
sedang dalam kunjungan pemutaran film ke Aceh yang juga merupakan agenda
bulanan tempat saya bekerja.
Hanya saja, jalan-jalan kali ini tak begitu
asing karena saya dan Adhi juga pernah banyak bercerita. Ya, kami sudah saling
mengenal dan sempat banyak berbincang sewaktu mengikuti program kesiapsiagaan
bencana awal September lalu di Yogyakarta.
Pada kunjungan beberapa hari ini ke Aceh,
adalah tugasku sebagai teman menenamaninya berkeliling. Setidaknya mengenalkan
Aceh pada rekan kerja yang juga sangat hobi mengabadikan keindahan alam dengan
kamera digital miliknya.
Sepertinya panas matahari membuat Banda Aceh
sedikit sepi. Pada akhirnya kami sudah di dalam gedung Museum Tsunami. Berkeliling dan melihat beberapa alat peraga
gempa yang dipamerkan dalam museum tapi ternyata sudah rusak. “Sayang sekali,”
beberapa kali teman saya mengeluarkan ucapan demikian melihat kondisi bangunan
gedung megah ini ternyata masih menyimpan banyak masalah. Lepas dari gedung
itu, kami menuju ke Escape Building dan kantor TDMRC untuk melihat-lihat.
Setelah dari gedung besar itu. Barulah kami
melihat keindahan senja di pantai Lampuuk dan menyantap enak ikan bakar khas
kafe bang Agam.
Ah, tiba-tiba kami sudah di Panti Asuhan SOS
yang terletak di desa Lamreung, Batoh.
Malam setelah shalat Isya, ada bintang yang
tidak begitu banyak. Tapi membuat suasana yang semula hampir dingin menjadi
begitu menarik. Aku sendiri sedang duduk di atas sebuah ayunan yang pada
dasarnya dikhususkan untuk anak berusia dini. Taman ini langsung menarik saya
ketika kali pertama turun memasuki halaman Panti Asuhan SOS. Ada yang saya
ingat di sini. Seperti sebuah rindu terhadap seseorang. Melintas seperti itu
saja.
Tak lama kemudian, suara musik besar
meruntuhkan lamunan. Bukan hanya suara yang dikeluarkan dari pengeras suara,
akan tetapi juga lagu yang kemudian
sudah terhapal benar oleh anak-anak ini tampak seperti sebuah paduan suara yang
hebat sekali. Anak-anak bernyanyi bersama! Kami berbagi tawa bersama.
Mau ikut tertawa? Atau setidaknya tersenyum. Maka lihatlah video ini. Mereka sudah begitu menghapal setiap bait-bait lagi ini. Video klipnya... semuanya...
Kalau yang di atas itu lagunya Noah. Maka yang di bawah ini adalah goyang "Keep Smile" nya Cesar yang bikin suasana jadi heboh seketika. Mereka ikut nyanyi bersama. Goyang juga!
Tapi yang paling aku ingat benar adalah iklan di bawah ini. Ada bagian yang paling mereka ingat. saat semua bersamaan mereka bilang, "Lemon, Lemon, Lemon, Lemon, Lemon, Lemon!"
Jangan ditiru dan ini bukan iklan :))
ah, begitu ramai.. begitu kocak! serentak dan tertawa!
Setelah itu semua, barulah kami sama-sama khitmad menonton film. Pada saat itulah semua anak-anak terlihat sangat antusias menikmati sajian komedi dari film Swing Girls yang diproduksi pada tahun 2004. Film yang disutradarai Shinobu Yaguchi ini berkisah tentang usaha dan perjuangan satu kelompok siswa menengah perempuan yang ingin membentuk satu band jazz dan ikut serta dalam kompetisi musik pelajar.
Setelah itu semua, barulah kami sama-sama khitmad menonton film. Pada saat itulah semua anak-anak terlihat sangat antusias menikmati sajian komedi dari film Swing Girls yang diproduksi pada tahun 2004. Film yang disutradarai Shinobu Yaguchi ini berkisah tentang usaha dan perjuangan satu kelompok siswa menengah perempuan yang ingin membentuk satu band jazz dan ikut serta dalam kompetisi musik pelajar.
Film bergenre drama komedi musikal ini sangat
menghibur kami. Ya, kami belajar bagaimana cara melihat sisi harapan atau mimpi yang
kemudian bisa diwujudkan dengan kerja keras dan patang menyerah. Bagaimana
usaha mewujudkan mimpi dengan jalan yang benar, menumbuhkan sifat pantang menyerah serta pertemanan yang terjalin
antarsesama. Film ini tak ubah seperti film komedi lainnya yang menonjolkan sisi positif dari sebuah kisah. Anak-anak sangat menikmati tontonan. Itu yang terpenting.
Sedikit tentang Swing Girls, film untuk kategori penonton semua umur ini menduduki peringkat kedelapan di box office Jepang pada tahun 2004 dan memenangkan tujuh penghargaan di Japanese Academy Awards pada tahun 2005, termasuk sebagai film terpopuler dan pendatang baru terbaik untuk aktornya. Jika Anda belum nonton, maka aku sarankan untuk film ini layak jadi koleksi. Apalagi bagi Anda yang suka musik!
Sedikit tentang Swing Girls, film untuk kategori penonton semua umur ini menduduki peringkat kedelapan di box office Jepang pada tahun 2004 dan memenangkan tujuh penghargaan di Japanese Academy Awards pada tahun 2005, termasuk sebagai film terpopuler dan pendatang baru terbaik untuk aktornya. Jika Anda belum nonton, maka aku sarankan untuk film ini layak jadi koleksi. Apalagi bagi Anda yang suka musik!
suasana nonton bersama :) |
ada yang sampe ketiduran dan ngak sadar kalau film udah habis :) |
Ah, itulah yang kami lewati hari ini. Sungguh menyenangkan dan indah. Siswa panti asuhan SOS yang kebetulan sedang latihan teater dengan Agus Nur Amal akan ikut dalam sebuah pertunjukan yang sedang kami canangkan. Mereka akan berkolaborasi dengan beberapa sekolah lain di Aceh Besar dan Banda Aceh. Semoga nanti bisa menghibur dan bermanfaat bagi khalayak! Amin. []
0 comments:
Post a Comment