8.10.13

Bagaimana aku bisa tenang jika hujan tiba-tiba memburuku dalam rindu yang tak terhingga begini. Tubuh terasa bergetar. Bayangkan jika kau ada di sini. Sederhananya aku ingin melihat matamu. Bila saja kau bolehkan aku mengecup dua matamu, aku tak akan lama bertahan diam seperti ini. Maka hal pertama yang aku lakukan adalah memelukmu.

Kita bisa saja menikmati secangkir kopi. Tentu dengan sedikit gula saja. Aku tidak ingin mengepulkan asap rokok di sini. Maka, biarkan aku mengulum bibirmu agar mudah ku pahami bahwa rindu yang tiba-tiba runtuh bersama hujan pagi ini telah membuatku benar-benar sepi.

Kamu itu ya...! Bagaimana caramu membuat aku menderita dalam rindu yang seperti ini. Apa aku bisa mendapatkanmu saat-saat seperti ini? Gila! Aku benar-benar gila.

Siapa yang mampu menjenguk masa depan? Aku ingin melihat. Tidak. Tepatnya merasakan, kelak seperti apa rasa hujan disaat kita sedang bersama menikmati matahari pagi. Tentu aku tidak bisa menerka.

Mungkin kita harus kembali menghargai waktu. Ketetapan tuhan yang tak bisa kita ubah ini telah menyatukan kita dalam rindu yang dahsyat. Setidaknya waktu telah mengajarkan kita bagaimana bertemu di antara bulir-bulir hujan yang jatuh. Kau, aku rindu sekali.

Ah, tapi nyatanya kau adalah bayangan. Barangkali aku harus segara menjemputmu. Membuatmu duduk di sampingku. Menikahimu adalah jalan terbaik untuk mendapatkan restu bumi. Apa? ya! tunggulah aku []

0 comments: