27.10.13



Ulee Lheu: ini fotonnya pake camera b'Acin

Senyum. Barangkali itu adalah hal pertama yang akan kau lakukan. Benar. Senyum. Aku sedang tidak ingin menerka banyak hal. Tapi pada akhirnya harus ku yakini bahwa ketika kau mulai membaca tulisan ini, yang pertama kau lakukan adalah tersenyum. Setidaknya senyum yang bisa membuatku berpikir lebih keras hal apa saja harus aku tulis pada paragraf selanjutnya. Senyum yang membuatku harus sabar dan detil sekali memilih kata yang benar. Meski kadang terlihat konyol dan percuma saja memilih banyak hal sedang tetap saja aku harus meyakini bahwa tak ada pilihan yang tepat dari kata apapun untuk menjelaskan senyummu saat ini. Indah? Cantik? Maka diamlah sejenak. Dan. Tetap tersenyum. Ya. Seperti itu. Kau tampak manis sekali.

Kita akan mengingat beberapa hal dulu. Sebelum akhirnya semua orang akan mengetahui apa yang sedang kita pikirkan. Kau tentu sudah paham benar soal kegelisahan. Tapi ternyata tak ada yang perlu kita ubah untuk menikmati jalannya waktu. Karena semakin banyak kita menuntut, semakin banyak pula hal-hal indah terbuang percuma oleh keangkuhan kita. Maka nikmatilah perjalanan ini. Kisah yang beberapa tahun lalu sudah kita mulai.


Kita tidak sedang tiba-tiba berada di sebuah perjalanan. Tapi di atas kapal laut dan waktu saat itu adalah malam; sempurna dan sungguh menyenangkan. Aku tahu, bagimu, itulah pertama kali kau melewati sesuatu yang luar biasa. Tapi apakah kau pernah berpikir kalau itu pun bagiku adalah keajaiban? Maka kini akan aku selesaikan beberapa hal yang mungkin akan sedikit membosankan untuk kau simak. Tentu aku harap tidak. Tidak perlu juga terlalu serius sampai-sampai menyeduhkan teh atau kopi segala.  Nikmati saja. Ini akan lebih enak dari secangkir cokelat panas kesukaanmu.

Aku tidak ingin meyakini banyak hal. Selain bisa membuatku tersesat dalam sejarah yang sedang kita bangun. Bisa saja kau memutuskan dan menganggap aku sedikit lebih egois  dari biasanya. Aku hanya akan bercerita saja. Meski setiap detik yang kita sudah terlewatkan masih membekas benar, setidaknya kini aku bisa memberimu sebuah bingkai yang manis agar kita sama-sama bisa menikmati kembali malam penuh bintang itu.

Kapal sudah bergerak meninggalkan pelabuhan. Menuju pulau seberang.

Pelabuhan adalah tempat di mana aku pertama kali, secara diam-diam, memperhatikanmu dari balik kacamata hitam yang aku kenakan. Aku juga harus berpura-pura tak tahu lokasi penjualan tiket. Tapi tanpa kau sadari sama sekali, akhirnya, aku bisa menggantikanmu mengantri di loket, tepat di depan jendela petugas penjual tiket kapal penyeberangan aku bisa jelas melihat wajahmu; senyummu. Entah bagiamana cara aku melakukannya, jangan tanyakan hal yang juga tak bisa aku jawab ini.

Kita mulai menghabiskan banyak waktu untuk berbagi cerita. Aku dan beberapa temanku juga tamanmu sedang minum di warung dekat tempat parkir. Sekali lagi kita semakin banyak bercerita. Tapi tidak tentang kau dan aku. Kita berbicara entah apa alasannya dan apa yang kita bicarakan juga tidak terlalu penting. Yang kita ingat, langit hari itu sangat cerah. Orang-orang sedang mengantri sama seperti kita. Menunggu jadwal keberangkatan. Menunggu.

Di meja kita, ada beberapa botol minuman dingin. Tapi lebih banyak senyummu yang secara sengaja sangat ku nikmati. Aku ingat betul cara kau tertawa sambil melempar pandang. Sesekali juga, entah sengaja atau tidak, aku menikmati bentuk wajahmu, matamu. Meski hanya lewat kacamata hitam yang susah sekali aku lepaskan. Alasanya? Agar kau tak menangkap mataku.

Aku tidak ingat benar apa yang menjadi bahan candaanmu saat aku tiba-tiba harus pamit sebentar karena harus berjumpa dengan keluarga yang lokasinya tak jauh dari palabuhan. Kita sudah menghabiskan banyak waktu sampai akhirnya azan magrib dan menyelesaikan tugas pribadi masing-masing.

Tapi, sejenak aku alihkan dulu, jangan berhenti tersenyum saat membaca ini. Aku takut akan banyak yang salah bila saja kau tiba-tiba ingin berpikir hal lain. Sengaja atau tidak, jangan berhenti tersenyum ya.

Malam semakin indah untuk kita nikmati. Jika memilih menghabiskan waktu duduk di dalam kapal akan terasa sangat bosan. Itulah mengapa atap paling atas kapal kemudian mereka disain sebagai tempat orang-orang seperti kita bisa melihat hamparan bintang yang seolah tersangkut pada layar hitam. Tak ada bulan malam itu. Hanya terang lampu kota yang secara cepat juga akan padam saat kita berada jauh di tengah laut seperti ini.

Kau pasti sedang berpikir saat yang indah itu bukan? Nah! Aku juga tak akan melewatkan hal yang sama. Perlu aku cerita bagaimana cara aku menunjuk ke arah kota yang kita tinggalkan itu? Ah! Tentu saja kau terdiam dan hanya bisa melihat puluhan, tidak, bahkan lebih ratusan warna kembang api silih berganti menghadiahkan ketenangan bagimu. Warna-warna yang secara sengaja meniru bintang dan ingin mengubah langit kota menjadi sedikit romantis.

Akhirnya aku mendapatkanmu begitu damai dalam kembang api yang suara letupannya tak lagi terdengar. Sejatinya sedang kita nikmati laut tenang dan keindahan malam dari pancaran kembang apai yang konon katamu begitu penting sehingga melahirkan sebuah kedamain yang luar biasa. Malam lebaran semakin indah bagi ini semua.

Aku diam bukan karena sedang menikmati aroma asinnya air laut. Bukan juga karena tidak ingin terlalu terbuka soal seperti apa sebenarnya diriku. Semilir angin malam ini menyuruhku mendengar setiap bait kata yang keluar dari mulutmu. Tak terlintas apapun dalam benakku selain berusaha untuk mengunci kehidupanku rapat-rapat. Sederhananya, agar kau tidak tahu betapa buruknya waktu yang pernah aku lewati sebelum malam ini.

Kita punya alasan berbeda kenapa bisa tiba-tiba berada di atas kapal ini. Hal yang juga sama-sama kita tidak ingin membongkarnya terlalu awal. Bahkan sampai aku juga tidak ingin bertukar nomor hanphone denganmu. Sebab aku juga punya alasan yang sangat kuat. Aku tidak berpikir banyak soal itu. Sekalipun kau kemudian memutuskan bahwa aku sangat tertutup terhadap apapun. Bukan hendak membuat ini menjadi samar. Tapi aku sangat menikmati perjalanan ini.

 Lebaran tahun ini telah kita lewatkan dengan sesuatu yang sangat luar biasa. Masih seperti “mimpi” yang pernah aku ceritakan padamu. Oh, tidak tepatnya yang pernah kau ceritakan padaku. Maka aku akan terus membuat ini sedikit lebih samar. Tapi tenang, bisa aku pastikan bahwa pada saat waktunya nanti ini semua akan menjadi lebih terang. Karena telah aku simpan beberapa cerita untukmu. Benar. Pada saatnya nanti akan ku sampaikan.

Tuhan telah menciptakan sejarah pertemuan denganmu. Sejarah yang akhirnya bisa kita rawat agar yang menjadi impian setiap manusia untuk bisa hidup lebih bahagia itu bisa kita wujudkan. Aku sedang jatuh cinta? Tidak. Belum. Nanti akan aku bongkar padamu apa yang telah aku rasakan. Dan rasa apa yang sedang aku pendam untuk hal ini. Saat-saat di atas kapal seperti itu, kau terlihat begitu cantik hingga aku tidak segan berpikir bahwa kau salah satu percikan bunga api yang dikirim dari jauh sana untuk aku simpan. Hal yang tak mungkin dilakukan oleh orang biasa. []

0 comments: