17.3.14


Aku hanya punya waktu sekitar lima belas menit. Tidak lebih. Waktu yang juga harus disisihkan di antara istirahat dari kelas yang semakin membuat kepala merunduk. Semakin aneh. Yang bisa dilakukan hanya memusatkan pandangan pada meja, laptop dan semua pikiran bertumpu pada kebingungan. Kelas memang tenang. Tapi pikiran kami sangat berisik! Untung saja tidak anarkis. RPP, Silabus dan Bahan Ajar! Astagfirullah…

Tapi ini waktunya istirahat. Hanya dua puluh menit saja. Tiga menit ke lantai dasar dan pasti selesai memesan kopi di kantin sama si kakak yang sudah juga menggoreng jamur tepung. Tambah sambal. Pedas dan ada mayonais. Lima menit kalau kakak di kantin bisa sibuk aku juga sibuk memilih kerupuk. Sambil mengunyah makanan dan memilah-milih pikiran yang baik, sisa waktunya tentu pilihanku jatuh pada hanphone bagus milikku? Hanya saja, kali ini sisa waktu itu harus aku gunakan untuk menulis surat untukmu. Entah surat ini bisa hidup di matamu. Atau mati dipikiranku. Aku tidak boleh berharap banyak karena waktu yang aku punya juga tidak begitu banyak. Apa hubungannya?


Srupppp… tegukan pertama!
Hai, nona! Terakhir kali kita berbicara, kau menitipkan banyak rindu padaku. Kadang, rasanya rindu itu tumpah begitu saja. Bahasa lainnya aku tidak sanggup menampungnya. Terlalu berat. Eciye…. soooo roooomance… Tapi betul! Semakin kau tidak peduli padaku. Semakin rindu berusaha mendekatkan aku padamu. Tapi jangan merajuk. Atau memintaku untuk membuat sesuatu agar ketika aku jauh seperti ini kau punya teman, setidaknya begitu. Hanya saja, tentunya, aku tak punya kuasa membuat taman buatmu. Layaknya Putroe Phang (Putri Pahang) yang aku rasa-rasa “memaksa” si Sultan Iskandar Muda menyelesaikan sebuah taman bagus untuk membunuh sedihnya perempuan. Ah, biarlah! Tapi jelas aku punya rindu yang sama. Rindu seorang sultan? Bukan! Rindu Doraemon ya! Uhuk!

Srupppp… tegukan kedua!
Kopi ini memang tidak begitu nikmat. Aku bukan tipe manusia yang suka membandingkan sesuatu hal. Apalagi harus berkata bahwa kopi kampungku lebih hebat rasanya. Tidak. Masih untung aku bisa menikmati kopi. Jadi tidak penting sekali harus bertengkar gara-gara siapa lebih enak antara ini dan itu. Jiiiiiah, ntah kemana udah surat ini. Biarkan saja! ini suratku kok. Kita tidak selalu bertengkar soal hal yang bedakan? Masih suka Robusta atau Arabica? Aku malah mau buat Robica!

Srupppp… tegukan ketiga!
Hei… apa kabarmu di sana? Apakah caraku berburu senja mengganggu waktumu? Aku tidak sedang mengajakmu bertengkar. Aku lihat kau menikmatinya. Hanya saja, aku sedikit malu. Aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini senja padam tepat sebelum ia seharusnya hilang seperti pada awal aku lihat di puncuk sebuah tiang ia menancapkan diri dengan cahaya bias yang sempat membuatku tidak bisa berbicara banyak. Malas!

Sruuuppppp… kopi mau abis! :’(
Tapi akhirnya aku bisa menghadiahimu sebuah senja bukan? Meski sebelahnya sudah dikulum awan. Tapi aku pikir itu seksi sekali. Karena sepulang matahari ke sana itu, kita masih bisa menikmati purnama yang sesekali juga sempat dipeluk awan. Tiba-tiba? Tidak. Awan tidak suka memeluk secara tiba-tiba. Dia tidak belajar dari kita!  Jangan terlalu mencintai sunrise karena ia harapan, tapi kadang ingatlah sunset bila kau mau menenangkan harapan agar  kamu bisa menangkap bintang atau memindahkan bulan.

Ini tidak pegang gelas dulu. Mau serius nulis.
Tiba-tiba muncul pertanyaan. Aku ini sebenarnya mau nulis buat siapa? Kok tiba-tiba bisa seperti ini. Tidak punya arah jelas. Mau nyampein apa gitu pun ngak fokus. Tapi, pikiran itu seperti tuyul. Berisik dan bisa kubunuh. Biarin! Aku hanya sedang ingin menulis. Biarkan saja.

Sruuuppp… ini tetasan, belum terakhir.
Kopi semakin nikmat. Basah ujung kata si Izwar! Si Bli juga sedang serius sekali mengepulkan asap rokoknya. Mereka tidak tahu kalau aku sedang menulis surat buat Alien!

Hari yang sama dalam sejarah kelahiranmu tentu menjadi hari yang penuh kejutan. Apalagi jika kejutan itu tidak datang dengan sendirinya. Wuih… gimana mau jelasinnya sih, pokoknya kejutan itu datang-datang jadi seru. Menjadi teman diskusimu adalah kejutan terbaik. Atau bisa bersandar pada pundakmu juga kejutan. Belum lagi kejutan yang lainnya…. (ini bergantung sudut pandang! Yang senyum karena sisi negatif, pasti horror!)

Tadi pagi aku melihat matahari bagus sekali. Aku masih ingat kalau punya hutang padamu untuk menghadiahimu purnama, senja dan matahari pagi. Aku pikir itu semua sudah kupenuhi. Tuhan maha adil. Ia menyatukan semua keindahan pada dua bola mata yang secara diam-diam menyentuh hati dan menggerakkan otak untuk berpikir tentangmu.

Aku tidak tahu bagiamana aku saat ini. Jika pun tuhan mengijinkan keajaibannya terjadi; ada kamu di sini. Pastinya aku juga tidak bisa membunuh rinduku. Entah mengapa rasa ini beda sekali. Jauh sebelum aku mengenalmu, senja pernah indah pada waktunya. Tapi bisa menghadiahimu sebuah senja yang akhirnya kita sepakat ia tak utuh rasanya masih bisa kita sebut sempurna.

Sebenarnya hadiah ini adalah milik tuhan yang diberikan padamu karena doa-doamu. Karena airmatamu. Karena kecintaanmu padanya. Karena kasih sayangmu. Karena kamu. Aku hanya tukang pos yang tidak memiliki alamat jelas tapi suka berenang. Makanya aku terpilih. Mungkin!

Ini namanya bulan. Kalau indah harus dilihat dari jauh!

Itu namanya matahari pagi yang sembunyi jauh sekali...

Nah, itu senja. yang aku buru sendiri.... untukmu... :*


Sejauh ini, aku paham dengan kerasanya hidup yang harus kau lalui. Sekalipun banyak hal yang tak pernah kau bagikan padaku. Aku tak pernah merasa berhak apalagi menuntutmu untuk bercerita. Itu hakmu. Aku tidak akan selalu berada di depanmu, tidak juga bisa terus di sampingmu, apalagi membuntutimu dari belakang. Hanya di ketiga tempat itu ada aku. Yang kadang datang dengan caraku sendiri. Yang kadang tidak pernah membuatmu tertekan dengan keinginan-keinginanku. Ya ampun! Akhirnya serius sekali….

Kopi telah habis dan ternyata memaksaku menyelesaikan tulisan aneh ini karena jam pelajaran sudah berganti. Tapi, pada siapa aku tujukan ini semua? Andai ada, pasti akan ku tulis:
4x4 sama dengan 16! Sempat ngak sempat jangan dibalas!!!!

Jika hujan, cintai dia. Karena setiap air yang luruh dari langit adalah doa dan kerinduanku. Jika panas, nikmati keindahan cahaya, karena sesungguhnya cahaya cintamu lebih agung karena ciptaan tuhan maha agung. Dah dulu ya… mau masuk kelas!

Aku kangen kamu!


Surabaya, 17 Maret 2014
@vanroem

0 comments: