1.3.14

Hari ini aku akan bercerita tentang Bli, kawan yang baru aku kenal tidak lebih dari empat hari. Aku tidak sedang bergosip tapi ya. Maka jangan berkerut wajah dulu sebelum semua tulisan ini habis dibaca.

I Gede Suastika Diputra nama lengkap teman dari Bali ini. Karena sama jurusan, kami di tempatkan di kamar yang sama pula. Di kamar kecil nomor 4 Blok Durian Asrama PPG Universitas Negeri Surabaya. Aku, Bli dan dua teman lain dari Aceh akan mendekam selama satu tahun. Yah! Mendekam. Tidak sengeri yang Anda duga tentunya. Cuma kenapa mendekam? Karena keren sekali nama tempatnya, Blok Durian. Bentuknya juga mirip-mirip bangsal gitu. Seru!

Bli pemalu dan tidak banyak bicara. Beberapa kali dia berusaha bertanya hal sederhana yang kukira  dia sadar kalau diamnya selama ini mungkin sudah terasa bagi kami yang dari Aceh. Hanya saja aku berpikir bahwa itu hal wajar saja. Bli mungkin merasa asing di tengah tiga orang Aceh yang tak henti mengerutu sepanjang waktu. Entah apa-apa!


 Pada satu sore, kira-kira matahari sudah ditanam bukit. Cahaya merah tampak awal bagus pun mulai padam di langit. Aku tidak sempat ke masjid jadi shalat di kamar saja. tempat shalat yang sempit menurut hemat kami bersama. Kamar kecil yang sudah penuh dengan dua tempat tidur dua tingkat dan empat loker baju semakin sesak karena ada handuk dan baju-baju berserakan. Indah sekali. Entah bagaimana rupa yang harus digambarkan.

Lepas shalat magrib di tempat sempit itu, Bli masuk seperti biasa dengan sopan dan ucapan “maaf” nya yang lembut sekali. Beberapa kali sudah ku kata padanya bahwa ini tempat bersama. Anggap saja kamar ini sebagai istana yang dipimpin oleh empat raja sekaligus. Raja dari Bali dan tiga dari Aceh. Kalau ditanya maharajanya siapa tentu tidak perlu kusebut karena bikin tambah pusing alur tulisan ini nantinya.

Setelah mengucap maaf maka ku geser pula sajadah yang tadinya masih ada aku yang duduk sambil memegang tasbih. Setelah itu barulah aku sudah di atas kasur melihat hanphone yang sudah berbunyi tanda telpon masuk dari emak yang nyatanya mau tanya kabar anaknya yang sedang tidak di rumah sendiri.

Tiba-tiba harum dupa mengepung kamar kecil kami. Bli menghadap ke arah yang sama. Di tempat aku shalat tadi, Bli juga sembahyang di sana! Aku melihatnya dari belakang. Dupa yang diletakkan pada ujung lokernya mengeluarkan asap yang wangi. Dan jika kalian bisa melihat, pada pinggang Bli ada sebuah kain bagus yang diikat. Kain yang seperti biasanya dipakai oleh orang Hindu saat sembahyang. Dia berdiri dan bersikap sama. 

Setelah ia sembahyang, Bli melihat ke arahku. Maka ku kata, “Bli, kita akan terus berbagi tempat sembahyang ya. Dan jangan lagi meminta maaf padaku, nanti maafnya habis! Sungguh tidak bisa ku isi ulang di sini.” Bli yang tadinya serius sekali kini telah senyum-senyum. Setelah itu kami berbagi permen dan makan roti.

Secara tidak sengaja semua barang ini berkumpul di satu loker! Dua punya saya dan dua punya Bli :')

Di Blok Durian yang serupa hunian perampok kelas berat ini kami tinggal bersama. Di beberapa kamar lainnya ada teman-teman dari Timur yang kalau mereka bicara akan sangat bagus untuk kita simak. Tapi jangan coba tiru-tiru karena mereka tidak begitu suka dengan itu. Seperti biasa kata si orang keriting manis itu, “Hei bang Akmal, ayo kita makan toh! Mereka sudah pada antri itu. Sebentar lagi tidak kebagian makanan kita.”

Di bawah atap kasur di kamar nomor 5 Blok Durian aku menulis ini yang kalau kita lihat ke luar jendela tampak Surabaya sedang dikepung mendung dan sesekali cahaya itu mengundang guntur yang bikin malam minggu menjadi lebih seru. Itu sudah!

Sabtu, 1 Maret 2014

0 comments: