11.5.14

Dear,
Pagi tadi aku mencecap asin telur dadar  ibu asrama. Tiba-tiba napasku berhenti sejenak. Ada rasa yang tak mudah kupahami mengepung dari kepala menembus relung jantung.

Lamat-lamat aku bisa menangkap suaramu di telinga kiriku. Pertengkaran kecil tentang bumbu masakan kita yang berbeda. Betapa aku ingat telur dadar asin dan pedas buatanmu di hari libur. Aku tersungkur dalam kenangan.

Dear,
Dalam kotak plastik kecil kau simpan hangat impian. Tentang hari tua yang kini kita sadari bahwa semua berubah begitu saja.

Aku berusaha melawan ingatan. Tapi tetap saja tubuhku kikuk. Bagaimana bisa melupakan setiap hembus napasmu di hidungku? Sedang seharusnya itu tidak perlu kukatakan pada siapapun.

Dear,
Tahu kau potong dadu, bawang merah dan bawang putih secukupnya agar tumis tauge menjadi lebih enak untuk menjadi teman setelah mandi di laut. Tapi kau tidak pernah menakar garam sejumlah lidahku. Sejumlah pertengkaran kita. Maka asinlah yang bisa aku ingat.

Saat aku melanjutkan sarapan pagi,
Pesan singkatmu tentang mimpi dan acuhku terhadap hidupmu membuatku paham bahwa hidup penuh dengan aneka rasa.

Hey!
kau sepertiku,
Sudah menemukan berbagai hal baru. Tentu kepada siapa pagimu kautuju aku tak khawatir karena seseorang telah mengubah ceritaku saat kami menikmati petasan tepat di atap ujung kapal laut. Di sebuah perjalan. Aku menemukannya. Dan Langit-langit impian megah seketika, ketika letupan bunga api berakhir di ujung purnama. Aku bahagia dengan semua doa-doa perempuanku. Jangan khawatir lagi.

Surabaya, 11 Mei 2014

0 comments: