30.4.07

Akmal MR
babe321.jpgSaat panas menukik terik. Ketika sinar matahari seakan berniat mencabik-cabik. Waktu angin mencubit kelopak mata. Kami beranjak pergi meninggalkan keramaian kota menuju tempat indah yang bernama kota Takengon..

Langit mulai gelap matahari pun tlah beranjak pergi tuk kembali ke peraduannya. Malam itu mereka sampai ketujuan. “Selamat datang di kota dingin” begitu kerap ucap seorang lelaki yang sudah lama menunggu kedatangan kami . Mereka berkumpul disebuah ruangan. “tempat apa ini?” hampir semua dari mereka bertanya-tanya. “Buntul Kubu1 disinilah tempat kita bermalam” balas lelaki itu.


****

Keesokan harinya mereka mulai mengerjakan tugas yang telah menunggu. Merekapun mencoba bekerja sama dengan cara membuat kelompok kerja yang dibagi ke setiap sekolah yang ada di kota itu. Setelah lelah bekerja merekapun beranjak pulang dan kembali berkumpul untuk mengevaluasi hasil kerja mereka. Malampun datang bersama purnama yang bergulat dengan asap kabut tebal. Keindahan Danau Laut Tawar yang tadinya ramai dengan nelayan, kini pekat, sepi, curam tak bernada. Kota mulai tampak sepi, lampu-lampu rumah mulai hidup seakan berteriak malam tlah merajai hari.

Sesaat hening. Sekawanan laki-laki masuk kekamar tidurnya. “besok pagi kita akan dipeusijuk,2 malam harinya kita ada pementasan hiburan, kira-kira dari kita ada tidak, Mal?” tanya Maulidan yang ingin ikut dalam acara itu. “terserah kalian” jawab Akmal. Gambaran ketidak yakinan mereka bisa tampil dalam acara itu telah membuat mereka pesimis dengan keadaan mereka itu. Akmal mengambil gitar, tiba-tiba! “Na Bungong3 teriak Maulidan memecahkan keheningan. Suasana tampak hangat, merekapun terlihst ceria. Lalu terpikir oleh mereka untuk tampil dengan menyanyikan lag-lagu campuran agar terkesan lucu.

Saat embun jantan selesai membasuh pagi. Saat fajar bergerak sembunyi. Waktu matahari bari saja bersiap menghangatkan bumi. Saat itulah wajah-wajah polos terlihat lelah setelah berlari-lari mengitari kota untuk mengeluarkan keringat yang tak pernah menetes lagi saat mereka berada di kota itu. “Kumpul semua!” teriak salah seorang Senior yang mengajak kami senam agar penyakit tak menyerang tubuh mereka.

****

Duapuluh menit sehabis makn mereka shalat berjamaah Isya dilobi itu. Beberapa jam kemudian, “adek-adek, panitia, senior dan semua diharap berkumpul dilobi!”, terdengar desingan suara seorang laki-laki berkaca mata dan topi yang selalu menjadi mahkotanya. Semua mereka yang terlihat haus hiburan beranjak menuju kelobi itu. Sesaat setelah acaranya dimulai mereka mendapat pembukaan acara yang tidak pernah mereka ketahui sebelumya. Hanya berbekal latihan lebih kurang dua jam bersama anak-anak ToeM Band, Akmal memberanikan dirinya untuk membacakan puisi ( Nyeri Aceh )4. Lalu delapan lelaki yang menamakan kelompoknya itu ToeM Band mencoba menghibur dengan membawa delapan lagu-lagu non stop campuran. Penampilan mereka disambut meriah oleh penonton, Suasana mulai hangat, terlukis canda tawa dan teriakan-teriakan serta tepuk tangan yang mengubah segalanya menjadi begitu akrab. Lantunan puisi-puisi telah terbaca, penampilan TeAteR GeMASastrInd yang begitu seru, dengan aktor dan artis yang sangat berbakat dan menjiwai peranan mereka masing-masing.

Malam yang sangat melelahkan. Ketika semua selesai kamipun beranjak menuju kekamar untuk beristirahat. Mata yang tak mampu lagi memandangi cahaya lampu, kamar nomor tiga tujuan kami. Sampai dikamar yang mengisahkan misteri itu kami langsun berkemas agar barang-barang kami tidak ada yang tertingal. Dengan keadaan yang letih dan melelahkan itu kami mengundang mimpi tentang keindahan kota dingin. Sesaat senyam, lampu-lampu mulai padam, dan……!. Lelap.

****

Fajar menyapa saat azan subuh berkumandang, kami bergegas ketempat wudhu dan melaksanakan kewajiban kami. Tak disangka matahari kembali menyentuh tanah dengan sinar hangatnya. Kami bergegas membawa barang-barang kemobil. Setelah semua masuk. Mobilpun beranjak pergi kembali memaiki gunung-gunung yang tak pernah akmi lihat sebelumnya. Tampak jelas dari atas kota yang padat penduduk, bukit-bukit yang tinggi seakan memagari Danau Laut Tawar itu. Semuanya hanya ada dalam ingatan kami. Tak akan pernah ada yang tau setelah kami tinggalkan siapa yang akan tidur dikamar nomor tiga bersama selimut merah jambu itu?. Selamat tinggal kota dingin, Selamat tinggal Buntul Kubu. Selamat tinggal.




  1. Buntul Kubu : Sebuah tempat penginapan di tengah kota Takengon.

  2. Dipeusijuk : Adat Aceh dalam menerima hal baru, tujuannya berdoa agar berkati Allah SWT.

  3. Na Bungong : Lagu Aceh yang dinyanyikan oleh Rafly “KaNDE”

  4. Nyeri Aceh : Puisi karangan Fikar W. Eda


Banda Aceh, 2005

0 comments: