22.8.14



Betapa aku ingin kembali menghadirkan rupamu dalam puisi ini
Sebuah usaha yang kuharap mampu meredakan penyelesan 
karena tak sempat mengantarkanmu ke tempat tidur abadi
Hingga puisi ini selesai, aku tak juga tahu bagaimana sebenarnya perasaanmu terhadapku

Kau datang di bulan hujan penuh luka
Ketika genangan air mata mengepung perasaan yang lembab
sumber gambar:google.com
diam-diam kau membawa kehangatan, meredekan semua gemuruh
dengan hangat cinta dan kasih sayang dalam rupa yang berbeda
Aku menikmati itu, juga kau yang mabuk dengan impian-impian

aku menjadi terbiasa membiarkan diriku masuk ke dalam sendunya suara rintikmu

Tapi kini semua berbeda
Musim hujan melenyapkanmu dari mataku
Aku kembali dikurung kegelisahan
yang datang bersama bulir-bulir hujan penuh luka

masih membekas di ingatanku tentang cerita-ceritamu
tentang perasaan yang datang bersama hangatnya matahari pagi
sampai kita bisa benar-benar menenangkan senja
dan semesta sepertinya akan selalu memberikan kebahagiaan bagi kita

tentang kita yang membunuh dingin dengan menyeruput kopi
tentang kita yang mengundang gelak tawa dengan berebut sisa telur di meja makan
tentang kita yang tak pernah mengalah untuk memulai bercerita
tentang kita yang selalu diam saat kata sedang tidak mampu mewakili perasaan kita
kau punya mata yang pandai merayu
Mungkin, aku akan terbiasa tak mendengarmu mengucapkan selamat pagi untukku
Tapi bagaimana bisa kulewati setiap musim hujan
sedang ketika aku tidak mengharap ia datang semua orang mengutuk langit

Masih kuingat jelas katamu, “Jangan cintai hujan. Karena ketika aku lenyap, hujan hanya akan mengingatkamu padaku. Karena hujan akan membuatmu semakin lemah. Kau akan dikurung gelisah yang tak mudah melewatinya sendiri. Begitu juga denganku.”

Mengapa kau tiba-tiba saja menjelma hujan 
padahal kau sendiri selalu mengajakku untuk membencinya?

Surabaya, 22 Agustus 2014

_____________________________

mari bertukar cerita. Temui saya di:
twitter  : @vanroem
Facebook: Akmal M Roem
Instagram: vanroem
email: akmalmroem@gmail.com

1 comments:

Berjuang dalam Karya said...

Aku selalu menjadikan hujan seperti angin
Agar tak sempat ia kuyupkan aku
Ah, puisi ini memaksaku merindukannya
....