27.8.14



Beberapa minggu terakhir ini, sepertinya semua mahasiswa PPG pasca SM3T Angkatan ke II Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sedang rajin-rajinnya bangun pagi-pagi sekali supaya segera bisa ke sekolah. Ya, sudah mulai aktif PPL makanya begitu. Kalau saja tidak bangun pagi maka sudah barang tentu telat. Di sekolah pun aktivitasnya bisa sangat seru sekali sehingga pulangnya sudah benar-benar sore. Banyak yang tak sempat tidur siang, banyak yang telat makan, berpanas dengan macet kota Surabaya dan sebagainya itu masih seru sekali.

Pun demikian, seseru apapun pula tak sedikit yang menulisan soal keluhan mereka itu sebagai status Blackberry Massanger mereka. Keluhan paling klise adalah, “duh, eR Pe Pe laghi…” heuheu.. rasanya memang hampir setiap hari harus menyelesaikan perangkat pembelajaran agar bisa memberikan materi yang baik untuk anak didik. Kenapa baru buat? Ya kan guru bikin rencana baru bisa mengajar. Jangan asal ngajar. Nah! Begitulah kemudian keseruan yang sudah dialami hingga hari ini sampai besok dan seterusnya hingga ujung semester ini. Seru dan menyenangkan menjadi calon guru yang profesional. Dalam kesibukan tertentu juga harus benar-benar bisa mengatur waktu dengan baik. Kalau tidak, bisa saja bernasib tidak baik seperti salah satu teman kami yang sudah sempat menuju rumah sakit karena terserang tipus. Tapi tentu tidak akan lama. Katanya bosan dengan perawatnya. hehehe.

Di sela kesibukan PPL, semua mahasiswa PPG juga sempat mengikuti Kursus Mahir tingkat Dasar Pembina Pramuka. Yeay! kami jadi pembina pramuka dong! Ya, karena kurikulum 2013 telah mewajibkan seluruh sekolah menyelenggarakan kepramukaan, maka kami pun harus menjadi pembina pramuka. Acara sepekan yang berjalan seru itu berakhir di sebuah bukit dingin daerah Bumi Perkemahan Mahanaim, Pasuruan, Jawa Timur. Malam penutupan pun berlajan khidmat karena sejumlah penampilan kelompok yang sangat menghibur. Api unggun menyala bagus sewaktu acara dan mati tepat ketika semua sudah terlelap.

Sepekan berselang, setelah KMD itu, semua peserta PPG sibuk menyiapkan Pentas Seni (Pensi) yang kemudian menjadi hal paling seru sepanjang Agustus ini. Lepas merayakan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 69, Pentas seni yang bertajuk Gayatri: Gelar Karya Putra Putri PPG Unesa ini seakan hendak mengusung semangat menyatukan Indonesia dari ujung barat Indonesia hingga ke Timur!

Malam itu angin sedikit kencang. Suasana dingin tak menghilangkan sedikit pun semangat kami untuk melanjutkan kegiatan “senang-senang” ini. Pentas dibuka oleh MC yang menggunakan busana Rama dan Sinta. Dua MC kocak ini pun ikut di temani oleh seorang tokoh yang berperan sebagai Anoman. Panggung besar dengan dekorasi sederhana tampak menjadi seperti pentas rakyat kerajaan. Sebagian kelompok penampilan kemudian ikut diberi nama sebagai kadipaten. Sekedar info bahwa kadipaten atau Praja adalah sebuah istilah yang merujuk kepada suatu wilayah di lingkungan sebuah kerajaan, keraton atau kesultanan.

Pertunjukan dibuka oleh kadipaten Aceh Sumatera yang menampilkan Tari Ranup Lampuan. Tarian Aceh yang dibawakan oleh penari perempuan asli Aceh ini membuat suasana malam mulai hangat. Kemudian dilanjutkan oleh kelompok musik ensemble nusantara dari jurusan PGSD Unesa. Pilihan lagu yang mantap membuat ‘rakyat’ yang menyaksikan penampilan ini larut dalam hening lagu nasional dan lagu daerah.

Kadipaten Sulawesi ambil bagian dengan tarian tradisi yang sudah mendapat sentuhan modern menambah semaraknya acara. Pun tak kalah menariknya instalasi puisi “Di Penghujung Asa” karya Neni Mei Susanti yang disutradarai oleh Azhari MS seolah membakar suasana malam. Puisi bernuansa kritikan terhadap pendidikan ini dibacakan oleh delapan pembaca puisi yang juga nyambi jadi properti pertunjukan. Sedikit iklan, saya ikut membaca di akhir puisi. Hehehehe. Lanjutkan!

Saat Tarian Dayak dari Kadipaten Kalimantan dipentaskan, malam mulai larut. Tapi penonton tak surut semangat untuk terus menatap ke panggung hingga kemudian dilanjutkan oleh paduan suara dari kelompok kelas guru Bimbingan Konseling. Di sela paduan suara itu ada puisi yang berjudul “Sahabat Tercinta” dibacakan dengan penuh penghayatan.

Jurusan Bahasa Inggris menampilkan sebuah drama tari yang sangat unik. Drama musikal yang berjudul “Dream of the World" ini mengisahkan tentang seorang perempuan yang sedang tertidur pulas hingga ia bermimpi tentang sekian banyak tarian yang bisa dia bawakan. Menjelang akhir pementasan, mereka mampu menyedot penonton untuk ikut menarikannya. Bahkan, direktur PPG Unesa, Ibu Prof. Dr. Lutfiah Nurlaela ikut bergoyang bersama mereka!

Operet jurusan Sejarah adalah salah satu yang ditunggu oleh penonton. Sejarah dengan jeli mengajak penonton untuk masuk ke dalam kocaknya perang antara tokoh fiksi yang diciptakan oleh Indonesia dan Jepang. Gelak tawa pecah seketika melihat Naruto berkelahi dengan gaya “rileks” melawan Wiro Sableng. Peperangan tokoh fiksi ini kemudian didamaikan dengan pembacaan proklamasi oleh tokoh yang berperan sebagai Bung Karno. Lepas pembacaan teks Proklamasi, semua pemain serentak menirukan salah satu tarian yang ada di film India yang berjudul Rab Ne Bana Di Jodi. Sontak semua penonton tertawa terbahak-bahak. Ikut goyang dari awal lagu hingga akhir!

Suasana kembali dibikin hangat dengan musik yang ditampilkan oleh jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Mereka membawakan lagu “Biarlah” punya Nidji band yang juga diikuti dengan pembacaan puisi. Penampilan spesial ini dipersembahkan untuk mahasiswa PGSD yang baru selesai mengikuti ujian kelulusan. Puisi dan musik yang manis. Iklan lagi… saya di sini bantu mainin drum. Yeay! Jadi drummer mendadak! I love you all…

Setelah panampilan musik, pertunjukan dilanjutkan dengan drama dari jurusan Georgafi. Drama yang mengangkat tema sosial dari beberapa pulau di Indonesia ini juga sangat menarik untuk disaksikan. Cerita tsunami Aceh, kisah masyrakat Kalimantan, tari Kecak Bali hingga tradisi Indonesia Timur dikemas dengan aksi panggung yang memukau.

Kadipaten Bali menampilkan sebuah pertunjukan yang magis. Aroma dupa merebak sepanjang pertunjukan tarian yang diiringi dengan pukulan-pukulan gamelan dan alat musik yang dibuat dari bambu (sekedar informasi, bambu ini diperoleh dari hasil KMD Pramuka lho.. hehehe.. *dijitak Bli-bli dari Bali*).

Selanjutnya adalah drama satir dari jurusan Ekonomi yang kembali mengangkat cerita rakyat berjudul “Timun Mas” yang kemudian diberi judul “Arong si Anak Terong”. Dan euh, kata sutradaranya, drama ini dikait-kaitkan dengan kehidupan masyarakat sakarang. Makanya sempat keluar kata “cabe-cabean dan terong-terongan!” mengerikan!

Tarian Ja’I dari kadipaten Nusa Tenggara Timur menegaskan bahwa acara ini dibikin oleh sekumpulan muda-mudi dari Indonesia yang selama di PPG bisa berinteraksi dengan baik meski berlatar belakang kebudayaan dan agama yang berbeda. Satu tanah air Indonesia!

Setelah itu, kolaborasi musik dan atraksi olahraga dipertontonkan oleh jurusan Penjas. Mereka yang menamakan diri Band Jas Mayor dan atraksi berbagai cabang olahraga ini seolah segera kembali membakar suasana agar tak dihadang dingin malam. Ya, malam memang sudah semakin larut saja.

Nah, akhirnya penampilan yang konon kata MC adalah penampilan yang ditunggu-tunggu pun muncul di atas panggung. Tapi aku harap tidak seperti itu. Karena semua pertunjukan memang merupakan penampilan yang sangat ditunggu oleh penonton. Ngomong apa iki mas? Lalu apa apa penampilannya? Ya, sederhana saja. Akhirnya semua pertunjukan ini ditutup oleh penampilan musik yang bandnya diberi nama The Hina band. Sungguh hina! Ah, iklan lagi… di band ini saya terduga bermain melodi. Hinaaa men!

Penampilan The Hina benar-benar membakar semangat! Semua penonton merapat ke panggung, bernyanyi bersama, lompat bersama, foto bersama kemudian menjadi akhir dari segala urusan yang berkaitan dengan pertunjukan Gayatri ini.

Malam hangat yang sebenarnya dibikin untuk perpisahan bersama para pengajar atau peserta PPG dari PGSD yang baru saja menyelesaikan kegiatan mereka selama di PPG. Ya, sebenarnya itu acara utamanya. Tapi yang namanya perpisahan selalu identik dengan tangis dan haru-haru lainnya. Tapi tidak malam itu. Kami, seperti sebuah lagu di iklan televisi, jreeeng.. mulai... "Dari Banda Aceh sampai tanah Papua kita semua bersaudara” tak akan pernah mengenal kata berpisah. Ya, kalaulah pisah di lahirnya tak mungkin bisa pisah di hati. Begitulah kami menyebutnya.

Mungkin tak ada isak tangis malam itu. Sekalipun ada duka yang terpendam. Kalau ada sedih-sedihnya saya rasa tak mungkin seorang Rektor Universitas Negeri Surabaya yang baru terpilih mau membagi waktu hingga akhir pertunjukan. Ini adalah malam bahagia. Bisa membuat Prof. Dr. Warsono dan Prof. Dr. Lutfiah Nurlaela tak pulang hingga acara selesai adalah salah satu kebahagiaan yang dinikmati oleh panitia acara semalam penuh itu.

Tak hanya pertunjukan di panggung, di halaman gedung PPG ada berbagai jenis reptil ikut memeriahkan kegiatan ini. Mereka yang berkumpul dalam kelompok reptil Surabaya ini sengaja datang untuk mensosialisasikan bahwa reptil adalah teman yang baik. Tak semua reptil menakutkan. Lihat nanti ada foto Prof. Luthfiah dengan ular yang besar! duh!

Gayatri memang ajang membunuh penat yang membuncah selama ini. Tapi akhirnya kebahagiaan istimewa jelas terlihat pada peserta yang mengikuti kegiatan ini. Dari awal persiapan hingga akhirnya membungkus barang untuk dibawa pulang lagi. Semoga ini selalu menjadi kenangan baik agar kelak kita sadar bahwa dengan senang-senang Indonesia bisa bersatu. Dengan nyanyi dan berpuisi Indonesia bisa saling menghargai. Kami adalah guru yang akan mengajarkan betapa besar dan indahnya negara ini dengan kemajemukan dan perbedaan yang harus selalu dihormati.

Kawan-kawan,
Lihatlah foto yang diambil oleh Heri Azolla Sp yang malam itu selain main teater juga jadi photographer paling ahli sejagad Indonesia Raya malam itu saja! Kalau cerita di atas kurang menarik, silakan lihat foto bagus-bagus di bawah ini:

















1 comments:

Unknown said...

bikin iri saja... UNESA memang mantap..!! Two thumbs up 4 u guys..
If I were there, I will be very happy :-)