Betapa aku ingin kembali menghadirkan rupamu dalam puisi ini
Sebuah usaha yang kuharap mampu meredakan penyelesan
karena
tak sempat mengantarkanmu ke tempat tidur abadi
Hingga puisi ini selesai, aku tak juga tahu bagaimana sebenarnya
perasaanmu terhadapku
Kau datang di bulan hujan penuh luka
Ketika genangan air mata mengepung perasaan yang lembab
dengan hangat cinta dan kasih sayang dalam rupa yang
berbeda
Aku menikmati itu, juga kau yang mabuk dengan
impian-impian
aku menjadi terbiasa membiarkan diriku masuk ke dalam
sendunya suara rintikmu
Tapi kini semua berbeda
Musim hujan melenyapkanmu dari mataku
Aku kembali dikurung kegelisahan
yang datang bersama bulir-bulir hujan penuh luka
masih membekas di ingatanku tentang cerita-ceritamu
tentang perasaan yang datang bersama hangatnya matahari pagi
sampai kita bisa benar-benar menenangkan senja
dan semesta sepertinya akan selalu memberikan kebahagiaan
bagi kita
tentang kita yang membunuh dingin dengan menyeruput kopi
tentang kita yang mengundang gelak tawa dengan berebut sisa telur di meja makan
tentang kita yang tak pernah mengalah untuk memulai bercerita
tentang kita yang selalu diam saat kata sedang tidak mampu mewakili perasaan kita
kau punya mata yang pandai merayu
Mungkin, aku akan terbiasa tak mendengarmu mengucapkan
selamat pagi untukku
Tapi bagaimana bisa kulewati setiap musim hujan
sedang ketika aku tidak mengharap ia datang semua orang mengutuk langit
sedang ketika aku tidak mengharap ia datang semua orang mengutuk langit
Masih kuingat jelas katamu, “Jangan cintai hujan. Karena
ketika aku lenyap, hujan hanya akan mengingatkamu padaku. Karena hujan akan
membuatmu semakin lemah. Kau akan dikurung gelisah yang tak mudah melewatinya sendiri. Begitu juga denganku.”
Mengapa kau tiba-tiba saja menjelma hujan
padahal kau
sendiri selalu mengajakku untuk membencinya?
Surabaya, 22 Agustus 2014
_____________________________
mari bertukar cerita. Temui saya di:
twitter : @vanroem
Facebook: Akmal M Roem
Instagram: vanroem
email: akmalmroem@gmail.com
1 comments:
Aku selalu menjadikan hujan seperti angin
Agar tak sempat ia kuyupkan aku
Ah, puisi ini memaksaku merindukannya
....
Post a Comment