10.5.07

foto051.jpg

Akmal MR


Dan kumulai mengusung kembali


Cerita tentang kampung kita, bunda


Disini aku temui macam


Mulut tak henti bercakap tentang petaka



Bunda, mati menjadi pilihan


Usai teriak ku menuntut adil


Mengapa mati?


Itulah kampung kita sekarang


Mulut-mulut telah disumbat gumpalan janji


Jika ku lantang menghalang


Maka kematian menunggu ku


 



Bunda, kampung kita kini seperti labirin


Usai perang dan di humbalang ombak raya serta gempa


Tapi, kata mereka ini biasa


dimana aku harus berpandu


ketika suaka telah memetak peta


dan


logika manusia dibuat macet



bunda, setiap nafasku


memangku ribuan harap si miskin


dan


si hati yang penuh resah


padahal aku sendiri masih tak tahu siapa aku



kini, kau telah terkubur bersama abah di laut biru


namun, dikampung ini masih tersisa


harum tubuh dan nafas mu


dengan itu aku berjuang menelaah


arti kampung kita yang telah kehilangan ruh



senja telah rapuh menyaksikan matahari pulang ke makam


aku duduk di pantai yang lesuh ini


hanya berucap maaf


tak sempat menghitung uban mu


yang telah menjadi janjiku


tatkala tanah kita


tak lagi dihinggap manusia haus kematian




Ulee Kareng, 20 Februari 2007

1 comments:

Alumni SMA 1 Inja said...

Manusia Gila Puisi....................................

masih kau simpan puisi aku saat kau di SMA dulu????

ntar kita jumpa lagi ya...
selamat menikmati kerja mu sekarang